Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan Hari Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang menghadirkan mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah satu metode berzikir dan beramal dalam tarikatullah Naqsyabandiyah adalah menghadirkan Syekh Mursyid sebagai imam rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan konsentrasi penuh dalam berzikir dan beribadat. Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan) Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat dalam Tarikatullah Naqsyabandiyah saja, tetapi juga terdapat pada seluruh lembaga tarikat-tarikat muktabarah.
Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Menceritakan kepada kami Sofian bin Wakik, mengabarkan kepada kami Bapakku dari Sofian, dari ‘Asyim bin Ubaidillah, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pada waktu minta ijin kepada Nabi SAW untuk melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda, “Wahai saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku, pada waktu engkau berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku”. Hadis ini adalah hadis Hasan Sahih. (H.R. Abu Daud dan Turmuzi).
Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak pernah lupa, tapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap melaksanakan ibadat bahkan sampai pada waktu di kamar kecil. Rasulullah membenarkan apa yang telah mereka alami itu. Para pakar Tarikat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai imam/pembimbing rohani, dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar dari segala was-was, rupa- rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-bisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan syetan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas Iman dan Takwanya.
Rasulullah SAW bersabda, “Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah” (H.R. Abu Daud).
Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Dari Abdullah bin Busrin r.a. berkata, bersabda Rasulullah SAW, “Sangat beruntunglah bagi orang yang melihat aku dan beriman kepadaku, sangat beruntung pula orang yang melihat orang yang telah melihat aku, demikian juga seterusnya orang yang telah melihat orang yang telah melihat aku tadi dan beriman kepadaku, dan beruntunglah kesemuanya dan bagi mereka semua mendapatkan sebaik- baik tempat kembali kepada Allah.” (H.R. Ath-Thabrani).
Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Ya Ali, orang mu’min senantiasa tambah dalam agamanya selama tidak makan barang haram, dan barang siapa mencerai (menjauhi) ulama (jasmani dan rohani) maka matilah hatinya dan buta dari taat kepada Allah SWT (Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani, Washiyyatul Musthafa lil Imam Ali : 3). Sayyid Al Bakri dalam buku “Kifayatul Atqiyah”mengatakan, Artinya : Dan menyatakan pula kepada (zikir Allah, Allah) itu menghadirkan gurunya yang mursyid, agar menjadi teman dalam perjalanan menuju kepada Allah ta’ala (Sayyid Al Bakri, Kifayatul Atqiyah : 107).
Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Barangsiapa melihat aku, maka betul-betul dia telah melihat aku. Sesungguhnya aku bisa menzahir dalam tiap-tiap rupa. (Sayyid Ahmad bin Idris, kitab Ruhus Sunnah Warauqun Nufusil .Mutma’innah : 147). Sabda Rasulullah SAW : Artinya : Barangsiapa memuliakan orang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan aku. Barangsiapa memuliakan aku, sesungguhnya dia telah memuliakan Allah dan barangsiapa yang memuliakan Allah maka surgalah tempatnya (Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as Suyuti, kitab “Lubabul Hadis” : 8).
Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Barangsiapa melihat wajah orang alim (jasmani dan rohani) satu kali, dan dia bergembira, senang, menghayati dengan penglihatan itu, maka Allah ta’ala akan menjadikan dengan melihatnya itu, malaikat-malaikat yang memintakan ampun untuknya sampai hari kiamat. (Kitab Lubabul Hadis : 8).
Syekh Amin Al Kurdi menjadikan kisah Yusuf dengan Siti Zulaikha yang tidak jadi melaksanakan hubungan seksual, karena terbayang atau hadirnya dalam rohani ingatan Yusuf, yaitu ayahnya sendiri dan suami Zulaikha (Al Aziz, Perdana Menteri Mesir), betapa murkanya mereka ini nanti kalau terjadi perbuatan yang tidak susila itu. Syekh Amin Al Kurdi dan tokoh-tokoh sufi lainnya menjadikan Q.S. Yusuf 12 : 23 dan 24 ini sebagai dalil boleh dan perlunya menghadirkan mursyid supaya terhindar dari was-was iblis dan syetan. Yusuf menghadirkan ayahnya yitu Nabi Ya’cubdalam ingatan, sekaligus tersambung kepada Allah SWT, sehingga tercegahlah perbuatan tidak susila itu. Firman Allah SWT , Artinya : Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, “Marilah ke sini”. Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku (Qithfir) telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf. Dan Yusuf pun tentu akan bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba- hamba Kami yang terpilih. (Q.S. Yusuf 12 : 23 - 24).
Syekh Mursyid tidak memberi bekas karena yang memberi bekas hanya Allah SWT saja. Yang memberi bekas adalah kudrat dan iradat Allah SWT yang merupakan power dan frekuensi tak terhingga ( ), langsung dari Allah SWT, yang tersalur melalui Arwahul Muqaddasah para Nabi dan para RasulAllah, serta para Wali Allah dan kepada orang-orang saleh yang berzikir, baik lahir maupun batin bersama-sama dengan mereka. Syekh Mursyid sebagaimana halnya wali-wali Allah yang lain, bukan juga wasilah, tetapi pembawa wasilah atau wasilah carrier atau hamilul wasilah yang menyalurkan wasilah, power dan frekuensi tak terhingga ( ) dari Allah SWT.
Orang yang merabithkan rohaniahnya kepada rohaniah wali-wali yang ada padanya wasilah, maka dia akan langsung juga mendapatkan power dan frekuensi wasilah yang tak terhingga itu, sehingga faktor tak terhingga menjelma padanya yang disebut khariqul ‘adah, yang berbentuk ma’unah-ma’unah ataupun kekeramatan-kekeramatan.
Pengamal tarikat tidak boleh mengabaikan atau meninggalkan syariat, sebab antara keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Antara syariat dan tarikat adalah ibarat bawang. Kulit bawang itu sendiri sekaligus adalah isinya dari lapisan pertama sampai dengan lapisan terakhir. Kulit bawang adalah hakikat bawang itu sendiri dan sebaliknya, hakikat bawang adalah kulitnya itu sendiri. Begitu pulalah halnya antara syariat dan tarikat, antara syariat dan hakikat. Tarikat itu adalah pengamalan syariat itu sendiri.
0 ulasan:
Catat Ulasan