Social Icons

Sabtu, 28 Mei 2016

Yang Selalu Kita Abaikan

▶ Kita mengetahui, solat secara berjemaah itu adalah sunnah, mendapat lebih 27 darjat lebih berbanding solat bersendirian. Tetapi ruginya kita masih tidak mampu untuk berjemaah di masjid atau surau.

▶ Kita mengetahui, bahawa ucapan "Subhaanallaahi wa bihamdihi" sebanyak 100 kali dalam sehari akan menghapuskan dosa-dosa kita, walaupun dosa kita sebanyak buih di lautan. Akan tetapi sayang, Berapa banyak hari kita yang berlalu tanpa kita mengucapkannya sedikitpun.

▶Kita mengetahui, bahawa pahala dua rakaat Dhuha setara dengan pahala 360 sedekah, akan tetapi sayang, hari berganti hari tanpa kita melakukan solat Dhuha.

▶ Kita mengetahui, bahawa orang yang berpuasa sunnah kerana Allah satu hari saja, akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 musim atau 70 tahun perjalanan. Tetapi sayang, kita tidak mahu menahan lapar.

▶Kita mengetahui, bahawa siapa yang menjenguk orang sakit akan diikuti oleh 70 ribu malaikat yang memintakan ampun untuknya. Tetapi sayang, kita belum juga menjenguk satu orang sakit pun minggu ini.

▶Kita mengetahui, bahawa siapa yang membantu membangun masjid kerana Allah walaupun hanya sebesar sarang burung, akan dibangunkan sebuah rumah di syurga. Tetapi sayang, kita tidak tergerak untuk membantu pembangunan masjid walaupun hanya dengan beberapa ringgit.

▶Kita mengetahui, bahawa siapa yang membantu ibu tunggal dan anak yatimnya, pahalanya seperti berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang berpuasa sepanjang hari tanpa berbuka, atau orang yang solat sepanjang malam tanpa tidur. Tetapi sayang, sampai saat ini kita tidak berniat membantu seorang pun anak yatim.

▶Kita mengetahui, bahawa orang yang membaca satu huruf dari Al-Qur'an, baginya sepuluh kebaikan dan satu kebaikan akan di lipatgandakan sepuluh kali. Tetapi sayang, kita tidak pernah meluangkan waktu membaca Al-Qur'an dalam jadual harian kita.

▶ Kita mengetahui, bahawa haji yang mabrur, tidak ada pahala baginya kecuali syurga, dan akan diampuni dosa-dosanya sehingga kembali suci seperti saat dilahirkan oleh ibunya. Tetapi sayang, kita tidak bersemangat untuk melaksanakannya, padahal kita mampu melaksanakannya.

▶Kita mengetahui, bahawa orang mukmin yang paling mulia adalah yang yang paling banyak solat malam, dan bahawasanya Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah meremehkan solat malam ditengah segala kesibukan dan jihad mereka. Tetapi sayang kita terlalu meremehkan solat malam.

▶Kita mengetahui, bahawa hari kiamat pasti terjadi, tanpa ada keraguan, dan pada hari itu Allah akan membangkitkan semua yang ada di dalam kubur. Tetapi sayang, kita tidak pernah mempersiapkan diri untuk hari itu.

▶Kita sering menyaksikan orang-orang yang meninggal mendahului kita. Tetapi sayang, kita selalu hanyut dengan senda gurau dan permainan dunia seakan kita mendapat jaminan hidup selamanya.

Saya telah mengirimkan nasihat ini kepada orang yg saya cintai kerana Allah, maka kirimkanlah nasihat ini kepada orang yang kita cintai.

Sebaik-Baik Bekalan

Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Kemudian meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”

Sementara Umar ibn Khatab ketika ditanya sahabat tentang definisi takwa, dia menjawab kalau takwa itu ibarat berjalan di sebuah jalan setapak yang sempit kemudian di kanan dan kiri jalan itu dipenuhi onak dan duri. Kalau orang yang melewatinya ingin selamat dari onak dan duri, tentulah harus hati-hati sekali. Demikian juga dengan takwa yang menghendaki kehati-hatian manusia agar jangan terjerambab dalam onak dan duri dosa.

Jika demikian, begitu tingginya nilai ketakwaan di sisi Allah Swt. Perintah untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla sangatlah banyak dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah azza wa jalla : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102). Dan firman-Nya pula: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 70-71).

Ayat-ayat di atas merupakan ayat-ayat yang sering dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan khutbahnya yang dikenal dengan khutbatul haajah. Hal ini menunjukkan pentingnya takwa sehingga beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mengingatkan kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Swt.

Takwa adalah sebaik-sebaik bekal. Bekal yang terbaik bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak adalah bekal ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman-Nya: “Dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqaroh: 197).

Al-Imam As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Adapun bekal yang sebenarnya yang manfaatnya terus berlanjut bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat adalah bekal ketakwaan kepada Allah Swt, yaitu bekal untuk kampung akhirat yang kekal yang mengantarkan kepada kelezatan yang sempurna dan kepada kenikmatan yang terus-menerus. Barangsiapa yang meninggalkan bekal ini, maka dia akan terputus dengannya yang berarti ini menjadi peluang bagi setiap kejelekan (untuk menjangkitinya), dan dia tercegah untuk sampai ke kampung orang-orang yang bertakwa.

Lantas, kapan dan dimana kita bertakwa?

Ketahuilah kaum muslimin sekalian! bahwa Allah Swt Maha Mengetahui dan Maha Melihat, baik yang kecil maupun yang besar, yang jauh maupun yang dekat, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah azza wa jalla. Diantara sifat-sifat-Nya yang lain adalah bahwa Allah azza wa jalla Maha Mendengar, baik suara itu pelan ataupun keras. Allah azza wa jalla berfiman: “Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (QS. Thaha: 7)

Bahkan Allah Swt mengetahui apa yang terlintas dalam hati seseorang, sebagaimana firman-Nya : “Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (QS. Faathir: 38). Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar kita bertakwa kepada Allah azza wa jalla dimanapun dan kapanpun kita berada. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bertakwalah engkau kepada Allah dimana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan (amal sholih) tersebut akan menghapuskannya (perbuatan jelek-red); dan bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no.1987)

Kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dimana saja kita berada, baik dalam keadaan sendirian ataupun di tengah orang banyak, karena Allah azza wa jalla melihat dan mengawasi kita dimana dan kapanpun kita berada. Dengan kata lain tak ada satu ruangpun yang luput dari pengawasan Alah Swt. Bisa jadi manusia lain tidak mampu melihat atau mengawasi, namun bagi Allah Swt, tidak ada ruang dan waktu yang lepas dari pengawasan Beliau yang kemudian didelegasikan-Nya pada malaikat lainnya.

Bagi orang yang bertakwa, Allah menjanjikan balasan yang sangat banyak (dan ketahuilah bahwa Allah Swt tidak akan pernah mengingkari janji-Nya). Diantara janji-janji-Nya adalah:

1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman :“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya : “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4).

3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla: “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (QS. Ath-Thalaq: 5).

4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad: 15).
Semoga Allah Swt senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemampuan kepada kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang akan meraih Al-Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan. Mudah-mudahan Allah menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal saleh yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan di akhirat. Kita berharap semoga Allah Swt senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan kita dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalan-Nya yang lurus, jalan orang-orang yang Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang saleh, bukan, jalan orang-orang tersesat. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin. 

Ciri Manusia Yang Dicari-Cari!!

FIRMAN Allah:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya s
eluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yag menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan (juga) orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal (Qs. Ali Imran 133-136).

Pada ayat pertama dari kelompok ayat di atas, Allah Swt memerintahkan terhadap orang-orang yang beriman untuk bersegera meraih ampunan dan surga yang sangat luas yang disediakan untuk mereka yang bertakwa. Kemudian pada ayat-ayat selanjutnya Allah Swt menjelaskan beberapa perilaku orang bertakwa tersebut. Paling tidak, ada lima perilaku takwa yang digambarkan Allah pada ayat-ayat di atas, yakni:

1. Berinfak di waktu lapang dan sempit.

Termasuk perilaku orang bertakwa adalah berinfaq dalam keadaan bagaimanapun, baik dalam keadaan lapang (berkecukupan) ataupun dalam keadaan sempit (kekurangan). Mereka berusaha untuk selalu dapat membantu orang lain sesuai dengan kemampuan. Mereka tidak pernah melalaikan infaq meski terkadang mereka sendiri sedang kesulitan.

Dalam suatu hadits Rasulullah Saw menyatakan: Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) dengan sebutir kurma (HR. Muttafaq alaih). Menurut Rasyid Ridha (AL-Manar III, hal. 123-133) Allah memulai gambaran orang bertakwa dengan infaq karena dua hal berikut: Pertama; infaq adalah kebalikan dari riba yang dilarang oleh ayat sebelumnya (QS. Ali Imran 130). Riba adalah pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang yang membutuhkan pertolongan dengan memakan hartanya dari bayaran hutang yang berlipat ganda. Sedangkan infaq adalah sebuah pertolongan kepada orang yang membutuhkan tanpa imbalan.

Kedua, sesungguhnya infaq adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan karena kecintaan manusia terhadap harta. Oleh karena itu, barangsiapa yang sanggup menginfakkan harta di waktu lapang dan sempit, jelas menunjukkan sikap kepatuhan, ketundukkan hati, yang merupakan sebuah ketakwaan.

Anjuran dan perintah berinfaq pada waktu lapang adalah untuk menghilangkan perasaan sombong, rakus, aniaya, cinta yang berlebihan terhadap harta, dan lain-lain. Sedangkan anjuran bersedekah di waktu sulit adalah untuk merobah sifat manusia yang lebih suka diberi dari pada memberi. Sebenarnya sesusah apapun, manusia masih bisa memberikan sesuatu di jalan Allah walaupun sedikit. Dorongan ini ada pada diri setiap orang tetapi kadang-kadang tidak muncul. Untuk itu agamalah yang menumbuhkan kesadaran itu.

2. Menahan Marah

Selanjutnya perilaku orang yang bertakwa adalah mampu menahan marah dengan tidak melampiaskan kemarahan walaupun sebenarnya ia mampu melakukannya. Kata al-kazhimiin berarti penuh dan menutupnya dengan rapat; seperti wadah yang penuh dengan air, lalu ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan marah, sakit hati, dan keinginan untuk menuntut balas masih ada, tapi perasaan itu tidak dituruti melainkan ditahan dan ditutup rapat agar tidak keluar perkataan dan tindakan yang tidak baik. (Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, II, hal. 207).

Orang yang mampu menahan marah, oleh Nabi Saw disebut sebagai orang yang kuat. Beliau bersabda: Orang yang kuat bukanlah orang yang jago gulat, tetapi (orang yang kuat itu adalah) orang yang mampu menahan dirinya ketika marah (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud). Dalam hadits lain Nabi juga bersabda: Barangsiapa menahan marah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka di hari kiamat Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan.

3. Memaafkan Orang Lain

Memaafkan berarti menghapuskan. Jadi seseorang baru dikatakan memaafkan orang lain apabila ia menghapuskan kesalahan orang lain itu, kemudian tidak menghukumnya sekalipun ia mampu melakukannya. Ini adalah perjuangan untuk pengendalian diri yang lebih tinggi dari menahan marah. Karena menahan marah hanya upaya menahan sesuatu yang tersimpan dalam diri, sedangkan memaafkan, menuntut orang untuk menghapus bekas luka hati akibat perbuatan orang. Ini tidak mudah, oleh karena itu pantaslah dianggap sebagai perilaku orang bertakwa.

Untuk memberikan dorongan kepada manusia agar mau memaafkan, Allah berulang kali memerintahkannya di dalam Al-Quran, antara lain dalam surat Al-Araf 199, Al-Hijr 85, dan Asy-Syura 43. Sementara itu Rasulullah Saw juga menjelaskan keuntungan orang-orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain, di antaranya:

“Barangsiapa memberi maaf ketika dia mampu membalas, maka Allah akan mengampuninya saat ia kesukaran. Dan Orang yang memaafkan terhadap kezhaliman, karena mengharapkan keredhaan Allah, maka Allah akan menambah kemuliaan kepadanya di hari kiamat (Lengkapnya dapat dilihat dalam Muhammad Ahmad al-Hufy, Edisi Indonesia, hal. 272).

Nabi Muhammad Saw sebagai uswatun hasanah kita, adalah seseorang yang sangat pemaaf. Aisyiyah Ra. berkata: Saya belum pernah melihat Rasulullah Saw membalas karena beliau dianiaya selama hukum Allah tidak dilanggar. Beliau akan memaafkan kesalahan orang lain yang mengenai dirinya, karena itu adalah sifat utama.

4. Berbuat Ihsan

Ini adalah tingkat yang lebih tinggi dari tiga perilaku takwa sebelumnya. Allah mencintai orang yang berbuat ihsan dengan berbagai cara yang mungkin dilakukannya. Dalam menafsirkan ayat ini, Muhammad Rasyid Ridha mengemukakan suatu riwayat yang menggambarkan bahwa berbuat ihsan itu adalah sebagai puncak dari tiga sifat utama sebelumnya: Seorang budak melakukan sesuatu pelanggaran yang membuat tuannya sangat marah. Budak itu berkata kepada tuannya: Tuan, Allah Swt berfirman wal kazhimiin alghaizha, maka tuannya menjawab: Aku telah menahan marahku. Budak itu berkata lagi, Allah telah berfirman walafiina aninnaas, yang dijawab oleh tuannya: Kamu telah kumaafkan. Budak itupun melanjutkan lagi, bahwa Allah telah berfirman wallahu yuhibbul muhsiniin, tuannya menjawab: Pergilah! Engkau merdeka karena Allah. (Muhammad Rasyid Ridha, IV, hal. 135). Riwayat senada juga dikemukakan oleh Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat ini.

5. Cepat menyadari kesalahan lalu beristighfar.

Perilaku ini menggambarkan bagaimana orang yang bertakwa menghadapi dirinya sendiri, yaitu bila dia, sengaja atau tidak, melakukan perbuatan dosa seperti, membunuh, memakan riba, korupsi, berzina, atau menganiaya diri sendiri seperti minum khamar, membuka aurat, tidak shalat, tidak berpuasa, dan sebagainya, mereka langsung ingat Allah, sehingga merasa malu dan takut kepadaNya. Lalu ia cepat menyesali semua perbuatannya dan memohon ampun sambil bertekad tidak akan mengulangi lagi kesalahan itu.

Orang mumin yang bertakwa setelah bertaubat tidak akan mengulang pelanggaran yang telah dilakukannya, karena ia akan selalu ingat dan takut kepada Allah. Dalam ayat ini Allah juga menegaskan dua hal; pertama, hanya Allah-lah tempat memohon ampunan, karena hanya Allah juga yang mampu memberi ampunan. Kedua, ayat ini menunjukkan betapa Maha Pemaaf dan Pengampunnya Allah. Untuk mereka yang memenuhi lima kriteria diatas, Allah menjanjikan balasan berupa ampunan, selamat dari siksaan, mendapat pahala yang besar, dan memperoleh surga yang sangat luas dan menyenangkan. Itu semua adalah sebaik-baik balasan dan imbalan Allah terhadap amal yang telah mereka lakukan. Semoga kita termasuk orang-orang yang bertakwa. Wallahu a’lam bi alshowab. 

Mungkin Remeh Pada Kita Tetapi....

Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah Swt. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah Swt. 

Dalam riwayat yang dituturkan Bukhari dan Muslim dikisahkan, ketika turun ayat sedekah, kaum Mukmin mengangkut barang-barang di belakang mereka untuk mendapatkan upah dari jasa mengangkut itu guna disedekahkan. 

Datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak, orang-orang mencela, “Ah, ia hanya pamer saja”. Kemudian datang lagi orang lain lalu bersedekah dengan satu sha’ kurma, orang-orang mencela, “Sebenarnya Allah tidak memerlukan makanan satu sha’ ini”.

Turunlah ayat, “Orang-orang yang mencela kaum mukmin yang bersedekah dengan suka rela dan mencela mereka yang tidak memiliki sesuatu untuk sedekah kecuali sebatas kemampuan, maka orang-orang itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah: 79). 

Melalui ayat itu, Allah Swt hendak membantah anggapan orang-orang munafik bahwa sedekah yang sedikit tidak ada artinya. Bagi Allah, kebaikan itu tidak dinilai dari segi kualitas, tetapi kuantitas. Al Qur’an sendiri menegaskan, yang dilihat oleh Allah adalah mutu perbuatan, bukan banyaknya. “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik perbuatannya.” (QS Al-Mulk: 2).

Bukan berarti memperbanyak perbuatan baik tidak perlu. Yang bijak adalah terus berbuat baik sambil berusaha meningkatkan kualitas kebaikan yang kita lakukan. Dimana saja dan kapan saja, hendaknya kita menyempatkan waktu untuk berbuat baik. Jangan pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan. Rasulullah Saw mengajarkan, “Takutlah kamu kepada neraka, meski dengan bersedekah sebutir kurma.”(HR Bukhari). Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Jangan pernah kamu meremehkan kebaikan, meski dengan menyambut saudaramu dengan wajah berseri.” (HR Muslim).

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, suatu ketika ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sebuah sumur. Hampir saja ia mati karena kehausan, sebelum ada seorang wanita pelacur Bani Israil melihatnya. Wanita itu lalu melepaskan sepatunya kemudian mengambilkan air dan meminumkannya untuk anjing tadi, maka dengan perbuatannya itu diampunilah wanita tersebut.

Betapa berharga nilai kebaikan di sisi Allah Swt. Menurut Ibnu Abbas, jika orang kafir mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah Swt akan melihatnya, tetapi Dia tidak memberinya pahala di akhirat. Sebaliknya, jika orang Mukmin yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah, maka Allah Swt akan menerima dan melipatgandakan balasan baginya di akhirat.

Selain murah, jalan menuju kebaikan juga berongkos murah. Melakukan shalat cukup bermodal tekad. Demikian pula puasa. Zakat dan haji malah hanya dikhususkan bagi orang kaya. Mereka yang tidak memiliki modal harta seperti kaum kaya, ikutlah paket ibadah yang bebas biaya tetapi pahalanya tidak kalah dari mereka.

Dalam riwayat Muslim diceritakan, orang-orang fakir dari golongan Muhajirin datang kepada Rasulullah Saw. Mereka mengadu karena merasa kalah pahala dibanding orang-orang kaya yang memiliki kelebihan harta. 

Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah Swt telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat kamu gunakan untuk bersedekah. Sungguh dalam setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, memerintahkan kebaikan itu sedekah, mencegah kemungkaran itu sedekah, dan bahkan berjima’ dengan istri juga sedekah.” 

Allah Swt memberikan kesempatan secara adil kepada setiap orang untuk berbuat baik. Yang merasa sudah melakukan perbuatan hebat, belum tentu pahalanya lebih besar dari mereka yang hanya mampu melakukan perbuatan kecil.

Rasulullah Saw pernah mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim, ada tiga golongan yang menghadap Allah Swt dengan segudang kebaikan, tetapi mereka justru dilemparkan ke neraka. Mereka adalah syuhada yang gugur di medan juang tetapi mengharap status pahlawan, cerdik pandai yang mengajarkan ilmu agar disebut ulama, dan orang berharta yang selalu berderma supaya dianggap dermawan.

Kita tidak pernah tahu mana di antara kebaikan kita yang dipandang berkualitas oleh Allah Swt. Karena itu, sungguh naif ketika kita hanya mau melakukan kebaikan besar, dan mengabaikan kebaikan kecil.

KREDIT SUMBER

Bersedekah Di Bulan Ramadhan



Bulan Ramadhan adalah bulan yang mempunyai banyak kelebihan. Antaranya Allah s.w.t. telah menjanjikan bahawa akan terbuka segala pintu syurga dan ditutup segala pintu neraka, serta diikat segala syaitan. 

Pada bulan Ramadhan juga digalakkan kita bersedekah bagi mewujudkan keinsafan diri dan menyemai sikap tanggungjawab sesama manusia.

Selama sebulan kita menikmati juadah berbuka puasa dengan beraneka macam makanan lazat dan minuman segar dan seterusnya merayakan Aidilfitri pada 1 Syawal. 

Akan tetapi sedarkah kita, masih ada antara masyarakat kita yang masih hidup dalam kemiskinan dan juga saudara-saudara seagama kita di luar sana yang menderita akibat peperangan ataupun bencana alam?

Diriwayatkan bahawa Rasulullah saw bersifat lebih pemurah dan dermawan sewaktu Ramadan. Dalam hal ini, Baginda bersabda yang bermaksud:

“Sedekah yang paling afdhal (baik) adalah sedekah yang dikeluarkan dalam bulan Ramadan.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:

Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.

Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi: “Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Muslim). 

Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi).
Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.

Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! 

Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi).

Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain. “Rasulullah SAW biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud). 

Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.

Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.

Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, seperti dikatakan setan: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16).

Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Saw: “Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. 

Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkangandakan lagi sesuai kehendak Allah. 

Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. 

Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. 

Wallahu A’lam Bisshowab 

Jumaat, 27 Mei 2016

Sudah Ditemui Kisah Menginsafkan Yang Dicari Selama ini

NAFSU TERSEMBUNYI

Beberapa pakar sejarah Islam meriwayatkan sebuah kisah menarik, kisah Imam Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3  dari kota Basrah, Iraq. Beliau bercerita:
Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah. 
Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun, sementara aku harus menafkahi seorang isteri dan seorang anak. 
Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.
Maka aku bertekad untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain. Akupun berjalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan keadaanku. Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata: “Berikan makanan ini kepada keluargamu.”
Di tengah perjalanan pulang, 
aku berselisihan dengan seorang wanita faqir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. 
Dengan nada yang sayu dia memohon:
“Wahai Tuan, anak yatim ini belum makan, tak terdaya terlalu lama menahan rasa lapar yang melilit diri. 
Tolong beri dia sesuatu yang boleh dia makan. 
Semoga Allah Ta'ala merahmati Tuan.”
Sementara itu, si anak menatapku tekun dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. 

Tatapan matanya menghanyutkan fikiranku dalam khayalan ukhrawi, seolah-olah syurga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya, dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.
Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku. “Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.
Demi Allah, padahal waktu itu tak sesen pun dinar atau dirham kumiliki. Sementara di rumah, keluargaku sangat memerlukan makanan itu.

Spontan, si ibu tak dapat membendung air matanya(menangis) dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.
Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah kakiku,
sementara beban hidup terus bergelutan dipikiranku.
Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah. 
Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Abu Nashr dengan kegirangan mendatangiku.
“Hei, Abu Muhammad...! 
Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”, tanyanya.

"Masyaallah....!”, 
jawabku terkejut. 
“Dari mana datangnya?”
“Tadi ada lelaki datang dari Khurasan. 
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya. 
Dia membawa berduyun-duyun kenderaan barang penuh berisi harta,” ujarnya.
“Jadi?”, tanyaku kehairanan.
“Dia itu dahulu saudagar kaya di Basrah ini. Kawan ayahmu,dulu ayahmu pernah memberikan kepadanya harta yang telah 
ia kumpulkan selama 30 tahun. 
Lantas dia rugi besar dan bangkrap. 
Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan. 
Di sana, keadaan ekonominya beransur-ansur baik. 

Bisnesnya meningkat jaya. 
Kesulitan hidupnya perlahan-lahan pergi, 
berganti dengan limpahan kekayaan. 
Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.
Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berniaga dan ingin berikan semuanya kepadamu, 
berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya.”

Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya:
“Kalimah puji dan syukur kepada Allah Ta'ala  meluncur dari lisanku. 
Sebagai bentuk syukur. 
Segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi. 
Aku menyantuni dan menanggung hidup mereka seumur hidup.
Aku pun terjun di dunia perniagaan seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah, santunan dan berbagai bentuk amal solih. 

Adapun hartaku, terus bertambah melimpah ruah tanpa berkurang.
Tanpa sedar, aku merasa TAKJUB dengan amal solihku. 

Aku MERASA, telah MENGUKIR lembaran catatan malaikat dengan hiasan AMAL KEBAIKAN. Ada semacam HARAPAN PASTI dalam diri, bahawa namaku mungkin telah TERTULIS di sisi Allah Ta'ala dalam daftar orang orang SOLIH.

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi. 
Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan berombak lautan.

Aku juga lihat, badan mereka membesar. 
Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa, dan setiap orang memikul dosa-dosa itu masing-masing di punggungnya.
Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memikul di punggungnya beban besar seukuran kota Basrah, 
isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.
Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku diletakkan di salah satu sisi timbangan, 
sedangkan amal baikku di sisi timbangan yang lain. 

Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku..!
Tapi ternyata, perhitungan belum selesai. 
Mereka mulai meletakkn satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.
Namun alangkah ruginya aku. 
Ternyata dibalik semua amal itu terdapat "NAFSU TERSEMBUNYI". 

Nafsu tersembunyi itu adalah riya', ingin dipuji, merasa bangga dengan amal solih. 
Semua itu membuat amalku tak berharga. Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang terlepas dari nafsu-nafsu itu.Aku putus asa.
Aku yakin aku akan binasa. 
Aku tidak punya alasan lagi u  ntuk selamat dari seksa neraka.

Tiba-tiba, aku mendengar suara, 
“Masihkah orang ini punya amal baik?”
“Masih...”, 
jawab suara lain. “Masih berbaki ini.”
Aku pun menjadi tidak tentu, amal baik apakah gerangan yang masih berbaki? 
Aku berusaha melihatnya.
Ternyata, itu HANYALAH dua LEMBAR ROTI isi manisan yang pernah kusedekahkan kepada wanita fakir dan anaknya.
Habis sudah harapanku... 

Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sebinasanya.
Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku, 
sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah dan itu tidak berguna sedikit pun. 
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan.
Segera 2 lembar roti itu diletakkan di timbanganku. 
Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak 
turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sehingga lebih berat sedikit dibandingkan timbangan keburukkanku.
Tak sampai disitu, tenyata masih ada lagi amal baikku. 

Iaitu berupa AIR MATA wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah. 
Air mata tak terbendung yang mengalir kala tersentuh akan kebaikanku. Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.
Sungguh tak terbayang, saat air mata itu diletakkan, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus memberat. 
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata, 
“Orang ini selamat dari seksa neraka...!

Masih adakah terselit dalam hati kita nafsu ingin dilihat hebat oleh orang lain pada ibadah dan amal-amal kita..????!!!

Allahuakbar!!!aku bermohon kehadrat Allah Tuhan Pemilik Hari Pembalasan agar diriku,keturunanku juga sahabat²ku semua dijauhkan dari sifat dan juga amal dari Nafsu Yang Tersembunyi.

Sumber tazkirah telah kupetik dari kitab
"KISAH TAULADAN"
"Ar-Rafi’i dalam  Qalam (2/153-160)".

Ilmu Kena Dipelajari Dengan Berguru

*Bolehkah belajar ilmu agama tanpa guru?*

_"Diceritakan bahawa seorang lelaki membaca hadis Rasulullah ﷺ. Ianya menceritakan tentang Al Hayyatus Sauda'. Ular hitam adalah penawar bagi segala penyakit. Kemudian anaknya sakit, ditangkapnya ular hitam, direbus & diberi anaknya makan kemudian anaknya meninggal dunia. Selepas itu dia jumpa ulama. Wahai Sheikh, dalam hadis ini mengingatkan bahawa Al Hayyatus sauda (ular hitam) adalah penawar bagi segala penyakit. Saya beri anak saya air rebusan ular hitam tapi anak saya meninggal dunia. bagaimana boleh demikian? hadis sepatutnya betul. Maka ulama itu melihat hadis tersebut. Maka kata ulama hadis tersebut telah salah cetakannya kerana terlebih dakwat disitu. Ianya bukan Al Hayyatus Sauda' (ular hitam) tapi Al Habbatus Sauda' (jintan hitam). Huruf ba ( ﺑﺎ ) & ya ( ﻱ ) beza 1 titik sahaja. Tambah 1 titik, kefahamanya berbeza. Belajar ilmu agama perlulah berguru. Tidak boleh belajar berpandukan buku sahaja."_

Umat Islam Di Malaysia Berpegang Pada Pegangan Ahli Sunnah Wal Jamaah

UMAT ISLAM DI MALAYSIA UMUMNYA MENGIKUT ASYAÍROH DAN AL MATURIDIYYAH SERTA BERMAZHAB ASY SYAFIÉ

Pengerusi Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, Profesor Emeritus Tan Sri Dr. Abdul Shukor Husin berkata, umat Islam perlu berfikiran terbuka terhadap perbezaan pendapat dalam mengamalkan ajaran Islam. Beliau berkata, selagi perbezaan pendapat itu tidak membabitkan soal tauhid dan akidah kepada Allah SWT, maka ia dikategorikan sebagai khilaf dalam kalangan ulama. 

“Umat Islam di negara ini secara rasminya beriman dengan akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah (ASWJ) dengan aliran yang dibawakan oleh Imam Abu Hasan al-Syaari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi iaitu al-Asyairah dan al-Maturidiyyah. Manakala dalam pegangan fikah pula adalah mengikuti mazhab Imam Syafie. “

Dalam soal akidah jelas ditunjukkan kepada kita sumbernya iaitu hanya al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW dan tidak boleh dibahaskan lagi. 

Tetapi bagi kaedah fikah yang dikategorikan dalam bahagian pemikiran boleh diperdebat dan disepakati menerusi ijtihad ulama. “Masalah-masalah yang sering diperdebat kini seperti zikir dan doa selepas solat, bacaan ‘sayidina’ dalam tahiyat dan sebagainya adalah bersifat khilaf semata-mata antara ulama. Tiada masalah untuk diamalkan kedua-duanya kerana ulama yang menetapkan kaedah itu mempunyai nas atau hujah tersendiri,” katanya. 

Beliau berkata demikian dalam ucaptama ketika merasmikan Seminar Fatwa Antarabangsa 2016 di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), baru-baru ini. Turut hadir, Penyandang Kursi Felo Utama Kajian Fatwa, Institut Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa Sedunia (Infad), Sheikh Muhammad Awwamah; Timbalan Naib Canselor (Penyelidikan dan Inovasi), Profesor Datuk Dr. Mustafa Mohd Hanefah; dan Pengarah Infad, Profesor Madya Dr. Irwan Mohd. Subri. 

Seminar dua hari itu mengumpulkan sebanyak 96 kertas kerja pembentangan membabitkan isu dan kajian fatwa semasa yang disampaikan oleh penyelidik dari pelbagai institusi termasuk penceramah luar negara. Bidaah yang sesat Abdul Shukor berkata, bidaah yang dikategorikan sesat sebagaimana sabda Rasulullah SAW tersebut adalah penambahan atau pengurangan dibuat dalam perkara yang telah ditentukan oleh syarak terutama soal ibadat.

 “Kita perlu memahami makna bidaah itu sendiri, bukan semua bidaah itu ditafsirkan sebagai sesat. Apa yang dimaksudkan dengan bidaatul dhalalah (sesat) adalah sebagai contoh menambah bilangan perintah solat lima waktu sehari semalam kepada enam kali. “Walaupun dengan niat untuk meningkatkan iman atau menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT, maka ia adalah haram dan sesat kerana merosakkan ibadat,” jelasnya. 

Justeru tambahnya, semua pihak terutama golongan pakar agama perlu bijaksana dan berhikmah dalam menyampaikan pandangan terhadap perbezaan pendapat masing-masing terutama membabitkan ibadah. 

“Lebih 1,000 tahun lalu sejak Islam bertapak di negara ini perkara ini tidak muncul, umat Islam tiada masalah mengamalkan Islam malah kesatuan dalam Islam menyatukan banyak hal lain termasuk politik. Baru beberapa tahun kebelakangan ini mula heboh mengenai amalan-amalan yang dikatakan bidaah ini. 

“Perkara ini mengakibatkan kekeliruan kepada orang awam. Cuba bayangkan jika dua-dua pihak tidak mahu mengalah, melabel orang ini bidaah, orang ini sesat, tidakkah menimbulkan pergaduhan?. 

“Pakar agama dan mufti juga perlu turun padang, melihat sendiri situasi dan senario realiti masyarakat di negara tersebut sebelum menetapkan hukum. Tidak boleh hanya mengikut kitab semata-mata sehinggakan tidak mengindahkan soal darurat dan juga maqasid syariah (tujuan disyariatkan) kepada umat Islam,” katanya.

Kisah Isteri Pertama Carikan Isteri Kedua Untuk Suami



Jangan sentap dan terus membara dengan tulisan saya ini bagi mereka yang tidak bersetuju dengan poligami. Baca sampai habis dengan lapang dada. Jika tidak boleh berlapang dada, boleh terus tinggalkan status ini.

3 hari berturut turut saya bertemu dengan pasangan yang berhajat untuk berpoligami. Mereka bertemu saya bersama sama dengan isteri memohon dicarikan calon isteri kedua. 2 pasangan memohon calon isteri dari kalangan pelatih yang telah bertaubat dan berubah. Mereka melakukan kerana Allah semata mata, mahu melindungi, menyelamatkan ibu dan bayi dengan memberi sebuah kehidupan baru.

Seorang gadis mendapat suami, seorang isteri memerolehi teman dan seorang anak mendapat ayah. Membina keluarga harmoni yang barakah dan dirahmati Allah.

Dengan tulus, seorang isteri menghubungi saya untuk dipilihkan calon isteri buat suaminya. Saya pernah berada ditempat isteri begini. Saya pernah berniat menghadiahkan seorang isteri kepada suami saya semata-mata mencari keredhaaan Allah. Tetapi hajat saya ditolak oleh suami , ketika itu suami masih sihat. Jadi saya boleh memahami rasa seorang isteri yang mencarikan isteri untuk suaminya.

Pasangan dari Selangor sudah melalui proses permohonan poligami di Mahkamah, insyaAllah akan bernikah pada bulan Rejab nanti. Pasangan kedua dalam proses pemilihan calon. Dan pasangan ketiga pun sama, proses bertaaruf. Pasangan 1 dan 3 memohon calon isteri dari dari kalangan pelatih yang telah melahirkan anak, yang rela dan bersedia untuk berpoligami. Ini antara keupayaan mereka membantu menyelamatkan dua jiwa.

Kita lakukan ikut kemampuan dan keupayaan masing masing dengan pertolongan Allah. Setiap pasangan mesti memohon petunjuk dari Allah supaya keluarga yang dibina diberkati, hidup dalam harmoni dan dirahmati.

Siapa lagi yang ingin mengambil mereka sebagai isteri? Mereka jelas menyatakan tidak mahu berkahwin dengan pasangan yang telah merosakkan mereka melainkan telah bertaubat. Mereka telah ditarbiyah untuk menjalani kehidupan seterusnya dijalan jalan yang Allah redha. Mereka tidak lagi mahu terjebak walaupun mereka sebenarnya telah diperdaya. Maka bantulah mereka, jangan diungkit kisah silam dan dikeji apa yang telah mereka lalui.

Sekurang kurangnya para isteri berbuat dua kebaikan. Kebaikan mengizinkan suami memberikan kehidupan baru kepada seorang ibu tunggal dan bayinya. Kebaikan membina persaudaraan sesama insan yang tidak mempunyai apa-apa. Moga moga dengan amalan ini dipandang Allah dan menjadi asbab kita ke syurga.

Berkongsi kasih bukan bermakna kasih sayang dan cinta suami terbahagia dua. Kasih sayang tetap unggul dan total untuk isteri. Untuk bakal isteri kedua, kasih sayang tumbuh dan bercambah sendiri tanpa melupakan kasih sayang pada isteri pertama. Jadi jangan bimbang samada diketepikan atau diabaikan. Sebaliknya para suami akan lebih menyayangi dan menghargai kesediaan isteri untuk berpoligami bagi membina keluarga harmoni.

‪‎KREDIT SUMBER; 

BaitusSolehah‬ berusaha membantu suatu kehidupan yang Allah redha untuk pelatih yang telah melalui proses tarbiyah.

Perkahwinan Bukan Untuk Bercerai - BAHAGIAN 2

Sebenarnya rumah tangga orang-orang mukmin itu melandasi hubungan mereka dengan keserasian, menegakkan keadilan, menebar kasih sayang dan mendahulukan menunaikan kewajipan daripada menuntut hak.

Jadilah setiap orang daripada suami dan isteri itu orang yang sentiasa memberi. Apabila masing-masing tidak meminta malah memberi apa saja yang boleh membahagiakan pasangannya maka kehidupan rumah tangga akan jadi indah dan membahagiakan

Sepasang suami-istri yang dipersatukan oleh ikatan pernikahan adalah organisasi kecil yang perlu dikendalikan dalam keadaan hati bergantung harap dengan Allah. Kerana itu, pasangan suami-isteri haruslah memahami kewajipan mereka terhadap Allah terlebih dahulu sebelum memikirkan tentang hak dan kewajipan dirinya ke atas pasangannya dan anggota keluarga lainnya.

Rumah tangga mestilah penuh dengan usaha mendekatkan diri dengan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Hati mahu dibina agar wujudnya perasaan seorang hamba dengan Tuhannya yang maha kuasa dan perasaan seorang fakir yang mengharapkan keredhaan Rasulnya yang mulia.
Kehidupan rumah tangga mesti didasari dengan perasaan hati yang kuat terhubung dan terikat dengan Allah, rasul, guru mursyid, pemimpin dan alam ghaib keseluruhannya. Jika ini dapat dibina dan dijiwai oleh setiap hati insan di dalam sesebuah keluarga barulah cahaya keindahan rumahtangga itu akan bersinar membahagiakan.

Hubungan lahiriah suami-isteri dalam rumah tangga mereka tidaklah bermakna apa-apa jika hati kosong dari mengingati Allah. Jika hati sudah disatukan dengan Allah dan Rasul, penyatuan lahiriah selepas itu akan jadi mudah dan bermakna.

Jika jiwa sudah diserasikan dengan jiwa mursyid yang sentiasa mengajak merindui kematian dan alam ghaib, maka keserasian lahiriah sesama ahli keluarga dalam rumah tangga itu akan terjadi dengan sendirinya. Ianya akan berlaku secara otomatis kerana keserasian dalamannya sudah wujud terlebih dahulu.

Inilah rahsia perpaduan dalam rumah tangga yang dapat dilihat terhasil apabila setiap individu bersungguh-sungguh berusaha mendapatkan Allah di hati mereka. Perpaduan sebeginilah yang akan melebar membesar di tahap masyarakat, negara dan alam sejagat.

Sebab itu memulakan hal sebegini di dalam rumah tangga adalah kewajipan setiap pihak terutama suami sebagai ketua keluarga dan isteri sebagai pembantu kepada suami. Dari rumah tanggalah perpaduan sejagat akan terbentuk. Dunia akan aman harmoni tanpa ada sengketa atau pertelingkahan.

Rumah tangga adalah tempat hati-hati dihimpunkan di ‘hadapan’ kebesaran dan keagungan Allah. Hati-hati yang sentiasa merintih mengingat dosa, memohon keampunanNya dan mengharapkan keredhaanNya adalah tempat jatuhnya pandangan Allah.

Kalau ini terjadi Allah pasti tidak akan memungkiri janjiNya yang akan membela orang-orang yang bertaqwa. Akan berlaku bantuan Allah dan kemenangan demi kemenangan di dalam melawan nafsu dan syaitan serta mendapat kelepasan daripada setiap kesulitan.

Di dalam rumah tangga yang sebegini dan di dalam masyarakat yang mempunyai ciri-ciri yang tersebut, amat sukar untuk ditemui pasangan yang bercerai-berai atau hidup sengsara menderita walaupun masih bergelar suami isteri.

Sebaliknya perkahwinan dirasakan semakin hari semakin indah dan membahagiakan. Inilah yang dimaksudkan “baiti jannati” – “rumahku syurgaku” bagi rumah tangga orang-orang beriman yang Allah anugerahkan syurga di dunia sebelum mendapat syurga yang kekal abadi di akhirat.

Semoga Allah SWT rezekikan untuk kita rumah tangga yang sebegini dengan berkat kemuliaan Rasulullah SAW, para sahabat dan para kekasihNya. Amin!!

Dahsyatnya Tiupan Sangkakala

Rasulullah SAW menyebut jarak antara satu tiupan dengan tiupan berikutnya mengambil masa selama 40, tanpa dijelaskan oleh sahabat sama ada ia 40 tahun, hari atau bulan. 

Tiupan kedua sangkakala oleh malaikat Israfil menyebabkan kematian seluruh makhluk di langit dan bumi, kecuali mereka yang dikehendaki Allah SWT. 

Firman Allah SWT yang bermaksud: "Dan (ingatkanlah) hari ditiup sangkakala, lalu terkejutlah, gerun gementar, makhluk yang ada di langit dan yang ada di bumi, kecuali mereka yang dikehendaki Allah; dan semuanya akan datang kepada-Nya dengan keadaan tunduk patuh. Dan engkau melihat gunung-ganang, engkau menyangkanya tetap membeku, pada hal ia bergerak cepat seperti bergeraknya awan; (demikianlah) perbuatan Allah yang telah membuat tiap-tiap sesuatu dengan serapi-rapi dan sebaik-baiknya; sesungguhnya Ia amat mendalam pengetahuan-Nya akan apa yang kamu lakukan." (Surah al-Naml, ayat 87-88) 

Ibnu Rafiq menyebut, terbelahnya langit terjadi di antara dua tiupan dan pada waktu itu bintang berhamburan jatuh berguguran, matahari serta bulan tidak lagi bersinar, maka suasana bertukar. 

Begitulah digambarkan seperti firman Allah SWT yang bermaksud: "(Ingatlah) masa hari bumi ini diganti dengan yang lain, demikian juga langit; dan manusia semuanya keluar berhimpun menghadap Allah, Yang Maha Esa, lagi Maha Kuasa. Dan engkau akan melihat orang yang berdosa pada ketika itu diberkas dengan belenggu. Pakaian mereka dari belangkin (minyak tar), dan muka (serta seluruh badan) mereka diliputi oleh jilatan api neraka." (Surah Ibrahim, ayat 48-50) 

Tiupan ketiga seluruh penghuni dibangkit semula 

Menurut Ustaz Ahmad Dusuki Abdul Rani, menerusi slot Mau'izati di IKIMfm, tiupan ketiga ialah tiupan yang membangkitkan semula seluruh penghuni untuk menghadap Allah SWT. Manusia mengalami ketakutan yang amat sangat disebabkan azab Allah SWT dan melihat suasana di Padang Mahsyar. 

Firman Allah SWT yang bermaksud: "Wahai umat manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu! Sesungguhnya gempa kiamat itu suatu perkara yang amat besar. Pada hari kamu melihat (peristiwa mengerikan) itu, tiap-tiap ibu yang menyusukan akan melupakan anak yang disusukannya, dan tiap-tiap perempuan yang mengandung akan gugurkan anak yang dikandungnya; dan engkau melihat manusia mabuk, pada hal mereka sebenarnya tidak mabuk, tetapi azab Allah amatlah berat, mengerikan." (Surah Al-Haj, ayat 1-2) 

Apabila semua makhluk dimatikan, malaikat maut (Izrail) datang menghadap Allah SWT dan menyebut: "Wahai Allah, penghuni langit dan bumi semuanya telah mati kecuali mereka yang Kamu kehendaki sahaja. Lalu Allah bertanya: Siapakah yang masih hidup? Malaikat Izrail berkata: Wahai Tuhanku, yang hidup adalah Engkau, yang Maha Hidup dan tidak akan mati, dan malaikat yang menjaga Arasy-Mu, Jibril, Mikail dan diriku. Allah berfirman: Matilah Jibril dan Mikail. 

Allah menjadikan Arasy boleh berkata-kata: Ya Tuhanku, benarkan Jibril dan Mikail itu mati. Allah membentak kepada malaikat penjaga Arasy: Diam kamu! Sesungguhnya Aku telah menetapkan kematian siapa sahaja yang berada di bawah Arasy-Ku, oleh kerana itu kedua-duanya mesti mati. 

Lalu dicabut nyawa mereka dan datang semula malaikat Izrail menghadap Allah dan berkata: Ya Allah, Jibril dan Mikail sudah dimatikan, tinggal diriku dan malaikat yang menjaga Arasy. Allah memerintahkan pula malaikat menjaga Arasy dimatikan. Langit, bumi digulung Kemudian Arasy diperintahkan oleh Allah supaya mencabut sangkakala daripada tangan Israfil dan dia pula yang memegangnya. 

Malaikat Izrail datang bertemu Allah semula dan memberitahu bahawa malaikat penjaga Arasy juga telah mati. Akhirnya malaikat Izrail juga dicabut nyawanya disertai tempikannya yang amat mengerikan. Yang tinggal hanyalah Allah SWT yang kemudian menggulungkan langit dan bumi bagaikan menggulung lembaran-lembaran kertas dan melipatnya dengan tiga kali lipatan. 

Lalu Allah bertanya dengan tiga kali tempikan: Di manakah raja-raja dan pembesar-pembesar serta mereka yang berkuasa di atas dunia dahulu? Milik siapakah pada hari ini? Lalu Allah SWT menyebut: Hari ini hari Allah yang memiliki segala sesuatu." 

Penulis merupakan Penerbit Rancangan Kanan IKIMfm

Khamis, 26 Mei 2016

Kenapa Allah Menangkan Raja Yang Zalim

Bacalah oleh mu akan ilmu untuk dikongsi. Di atas permintaan beberapa orang sahabat, tajuk Mahmud Ghazni dipilih bagi mengisi kolum blog pada kali ini.

Mahmud Ghazni ada juga mengenalinya Sultan Mahmud Ghazni/Ghaznawi adalah seorang sultan Turkment sekarang wilayah tersebut dikenali sebagai Turkmenistan. Mahmud Ghazni tidak perlu kita membahaskan mengenai bagaimana baginda menakluk negara India dan meluaskan Empayar Islam. Perkara yang wajib kita ambil pengajaran ialah BAGAIMANA ALLAH MEMBERI KEMENANGAN KEPADA SEORANG RAJA YANG ZALIM INI.

Terkenal dengan sikap kaki perempuan, kaki judi, kaki botol dan pelbagai jenis kaki lagi tidak menghalang Mahmud Ghazni menyimpan perasaan ingin mengubah kehidupan menjadi hamba yang soleh. Begitu juga manusia kebanyakkan kini yang semacam hanyut dalam gelora ombak kemaksiatan juga tidak terlepas dari naluri suci asal manusia yang dambakan kepada KEBAIKAN YANG HAKIKI.

Pada satu masa, terdetik di hati sang raja ingin menakluk dan meluaskan empayarnya. Baginda berhasrat menakluk negara India dan menjadikan negara tersebut di bawah kekuasaan ISLAM. Dalam usaha meluaskan empayar kerajaannya, Mahmud Ghazni mengumpulkan 12,000 orang bala tentera bagi melanggar dan menakluk India. Beliau meminta 12 orang Ulama yang serban tebal, janggut lebat yang hafal al-Quran dan Hadis Sunan Sittah bagi memimpin bala tenteranya. setiap seorang ulama dibekalkan dengan 1000 orang tentera yang dilatih khas dengan peperangan gerila dan tempur dalam keadaan puasa pada siang hari dan bangun bertahajjud pada malam hari. Manakala sang raja yang banyak dosa merantau mencari guru Mursyid yang sampai kepada Murabbi di tempat terpencil. Nama guru tersebut Abu Hasan al-Khalqani seorang Ulama yang mendapat keilmuan bukan dengan mempelajari dari mana-mana Ulama lain melainkan hanya menjadi seorang penjaga kepada Makam Wali terkenal iaitu Abu Yazid al-Bisthami selama 48 tahun sejak berusia 8 tahun. Hal keadaan cara Syeikh Abu Hasan al-Khalqani mendapat ilmu itu pelik bin ajaib, maka ramai ulama-ulama duniawi yang tidak kenal darjah dan makam syeikh Abu Hasan al-khalqani ini memulau dan meminggirnya. Mahmud Ghazni berjumpa Abu Hasan al-Khalqani bertujuan menjadi murid kepada Wali yang mustajab doa tersebut semoga dengan harapan segala dosa-dosanya yang lepas diampunkan oleh Allah dan niatnya menawan negara India dimakbulkan Allah. Sebelum berpisah gurunya memberi secebis keratan jubah gurunya sebagai ingatan dan tautan kasih sayang antara murid dan guru tersebut.

Selama 40 hari tenteranya dilatih 12 orang ulama dan selama itu juga Mahmud Ghazni dilatih oleh gurunya Syeikh Abu Hasan al-Khalqani. Selepas menjalani latihan tersebut, berjumpalah semula Mahmud Ghazni dengan bala tenteranya di tempat yang dijanjikan. Mereka berkumpul dan sama-sama berbaiah tidak akan lari dari medan peperangan melainkan dengan menang atau syahid. 12000 ribu tentera tersebut yang dilatih dengan bertempur dalam keadaan berpuasa siang hari dan bertahajjud di malam hari itu akan berdepan dengan 200000 tentera Sami Hindu yang handal dalam sihir-sihir peringkat tinggi seperti yang dilihat dalam ritual perayaan thaipusam.

Selama 6 bulan berturut-turut berlaku pertempuran sehinggalah kelihatan tentera di sebelah pihak Islam mengalami kekalahan yang teruk. Maka berkumpul semula 12 orang ulama tadi dan mengeluarkan fatwa bahawa mereka hanya mencampak diri dalam kebinasaan sekiranya meneruskan lagi peperangan. Mustahil kemenangan di pihak Islam dan mencadangkan kepada Sultan Mahmud Ghazni supaya berundur berdasarkan ayat;

"Janganlah kamu mencampakkan diri kamu dalam kebinasaan"

Sultan tidak bersetuju kerana pada awalnya sudah sama-sama menetapkan Syahid atau Kemenangan sahaja yang akan membawa mereka pulang. Oleh kerana sudah ramai tentera yang termakan dengan hasutan untuk pulang, maka Sultan memerintah setiap tenteranya meninggalkan segala kelengkapan peperangan dan senjata dan biarkan Sultan mereka seorang diri memerangi tentera Sami Hindu tersebut. Apabila segala kelengkapan ditinggalkan maka Sultan Mahmud Ghazni menghampar permaidani sejadah lalu mengeluarkan cebisan jubah gurunya, lalu solat hajat dua rakaat dan berdoa;

" Ya Allah, dengan berkat dan doa yang tidak pernah putus dari si pemilik cebisan jubah ini, berilah aku kemengangan ke atas tentera hindu Majusi ini"

Selesai sahaja berdoa, Allah menghantar ribut salji yang menenggelamkan tentera sami hindu tersebut dan kemengangan dicapai Sultan Mahmud Ghazni seorang diri. Maka terbukalah kota-kota seperti New Delhi, Islamabad dan Ahmedabad yang dibuka oleh Sultan Mahmud Ghazni dan populasi Muslim di India sekarang adalah warisan daripada generasi Sultan Mahmud Ghazni tersebut.

Apabila pulang semula ke Turkment, maka bertanyalah Ulama 12 orang tersebut apa yang didoakan Sultan Mahmud Ghazni sehingga Allah memberi kemenangan sedangkan mereka juga berdoa namun tidak dikurniakan kemenangan. Jawab Sultan Mahmud Ghazni, beliau diDOAkan oleh Gurunya Syeikh Abu Hasan al-Khalqani dengan Seluruh hati dan jasad manakala kamu wahai para Ulama hanya berdoa kepada Allah dengan hujung lidah. Mana sama dengan DOA gurunya Abu Hasan al-Khalqani.

Nilai pengajaran yang boleh diambil dari kisah ini, Allah menyediakan pengampunan seumpama bayi yang baru dilahirkan kepada hambaNya sekiranya hamba tersebut benar-benar menyesali walau dosa-dosa seperti Mahmud Ghazni. Doa yang diucap dibibir juga tidak dimakbulkan Allah melainkan Doa-doa yang menyerahkan seluruh jiwa dan jasad kepada Allah. Dalam peperangan tidak ada jalan pulang melainkan Syahid atau kemenangan dan perit dalam peperangan adalah bentuk ujian bagi melatih hamba itu sendiri.

"Berapa banyak tentera yang jumlah sedikit yang mendapat kemenangan dengan izin Allah?"

قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَـٰقُواْ ٱللَّهِ ڪَم مِّن فِئَةٍ۬ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةً۬ ڪَثِير[truncated by WhatsApp]

Yang Berdosa Kembalilah Ke Pangkuan Allah

Sejarah Islam merakamkan syahidnya bapa saudara Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Hamzah radhiyallahu'anhu sebagai peristiwa memilukan. Di perang Uhud, ujung tombak menembus dadanya. Hindun pemimpin golongan kaum kafir kegirangan kerana orang suruhannya berhasil melakukan tugas dengan baik dan berjanji menghadiahkan kebebasan bagi sang pembunuh yang adalah seorang budak. Wahsyi bin Harb namanya. Rasullah sallallahu'alaihi wasallam mengalirkan airmatanya yang suci atas peristiwa pedih yang menimpa pakciknya di jalan Allah itu. 

Tentang Wahsyi bin Harb, Qaatilu Hamzah (pembunuh Hamzah) ini, Muhammad Yusuf al-Kandahlawi dalam kitab agung Hayatus Sohabah menuturkan kisahnya untuk kita. 

Setelah Rasul dan kaum muslimin berhasil membebaskan kota Mekkah (Fathu Makkah), Rasul mulia sallallahu'alaihi wassalaam mengutus sahabatnya untuk menemui Wahsyi dan mengajaknya memeluk agama Allah. Wahsyi datang menemui Rasul dan berkata,

”Wahai Muhammad, bagaimana engkau mengajakku untuk berislam sedang engkau menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang membunuh, musyrik atau berzina akan mendapatkan dosa besar dan siksanya akan dilipat gandakan di hari kiamat, dan ia kekal didalamnya dalam keadaan terhina, padahal aku ini melakukan semua itu? Maka adakah engkau menemukan celah keringan bagi diriku ini?”

Untuk pernyataan Wahsyi ini turun ayat Allah,

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً 

"Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal soleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
( Qs. Al-Furqan ayat 70) 

Berkata kembali Wahsyi dengan nada mengeluh,

”Ya Muhammad Hadza Syarthun Syadid (Ini syarat yang amat berat). Aku takut kalau seandainya aku tidak mampu memenuhi syarat tersebut.” 

Allah kemudian menurunkan ayat 48 surah an-Nisa’:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظيِماً 
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar 
(Qs. Annisa’ ayat 48). 

Wahsyi masih saja merasa khuwatir, 

“Wahai Muhammad, ayat tadi menurutku berkenaan dengan kehendakNya sedang aku tidak mengerti apakah Tuhanmu akan mengampuniku atau tidak, Adakah ayat lain yang selain tadi?”

Maka kemudian turun lagi ayat al-Quran al-Karim: 

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ 

"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Qs Al-Zumar ayat 53 )

Baru kemudian Wahsyi menyatakan, 

“Hadza Na’am (yang ini, iya aku menerima)" . 
Ia memeluk agama Allah dan menjadi Muslim.

 Orang-orang kemudian berkata, 
“Sesungguhnya kita mengalami apa yang dialami oleh Wahsyi.” 

Rasul sallallahu'alaihi wasallam menegaskan,

”Hiya lilmuslimina ‘ammah (hal itu untuk ummat Islam seluruhnya).”

Kisah ini menegaskan betapa pemurahnya Allah terhadap hamba- hambaNya. 

Dalam hadith qudsi bahkan ditegaskan bahwa rintihan para pendosa yang bertaubat lebih disenangi Allah dari deru suara tasbih para hamba yang memujiNya. Pantaslah jika kasih sayang Allah jauh melampui amarahNya dan bahkan kasih sayangNya meliputi siapapaun saja hatta pendosa besar seperti Wahsyi. 

Jikalau Wahsyi yang berlumur dosa besar dipanggil mesra oleh Allah untuk kembali pulang (taubat) kepangkuanNya, maka itupun pasti berlaku bagi kita semua. 

Kita hampir memasuki awal Ramadhan ini marilah kita bersimpuh dihadapanNya, mengakui segala dosa dan hina diri untuk berjanji pulang dan mengubur semua nista itu untuk berharap pasti ampunan dan maafNya. Jika dosa-dosa yang membalut diri kita membuat kita menjadi ulat yang menjijikkan, semoga dengan taubat, ibadah dan amal soleh didalam bulan suci Ramadhan akan tiba ini, kita mampu merubah diri menjadi kupu-kupu indah di eidul fitri nanti. 

Selamat kembali ke pangkuan Allah Ar-Rahman ar-Rahim.

Allahumma Ballighna Ramadhan.اللهم امين

Semoga bersama mendapat manfaat.
Selamat beramal dan beristiqomah.

Rabu, 25 Mei 2016

Perkahwinan Bukan Untuk Bercerai - Bahagian 1

Pernikahan yang menghalalkan perhubungan suami isteri adalah suatu yang sesuai dengan fitrah manusia. Rasulullah SAW. menyebut pernikahan sebagai sunnah Baginda. Bahkan, Nabi SAW mengatakan, siapa yang membenci sunnahnya, ertinya ia tidak termasuk dalam golongan orang-orang Baginda SAW. 

Seiring dengan panjangnya perjalanan waktu dan lika-liku kehidupan, kadang kala ikatan pernikahan mengendur dan semakin longgar. Ianya berpunca dari kelalaian dalam mendidik hati supaya kuat dengan Allah dan Rasul. Hati dibiarkan untuk dikuasai nafsu sehingga tujuan asal perkahwinan jadi tersasar. Kerana itu, kenalah diperkuat lagi ikatan perkahwinan yang mula longgar itu dengan mengingat-ingat kembali tujuan pernikahan iaitu mendapatkan keredhaan Allah serta memperjuangkan rumah tangga model sebagai ikutan masyarakat Islam. 

Bagaimana pula jika timbul juga perselisihan? Apa yang perlu dilakukan? 
Perselisihan suami-isteri adalah hal yang manusiawi. Ianya lumrah bagi manusia yang diciptakan Tuhan dalam keadaan mudah lupa, lalai dan tersilap. 

Hakikatnya Tuhan mahu setiap manusia boleh menerima kelemahan dan kekurangan orang lain. Setiap orang tentu mengharapkan orang lain dapat memaafkan kelemahannya atau kesalahannya. Maka hikmahnya manusia akan saling berpadu dan bersatu serta saling bertolak ansur antara satu dengan yang lain. 

Jika Rasulullah saw. memberi toleransi waktu tiga hari bagi dua orang muslim yang saling mendiamkan diri dari bertegur sapa antara satu sama lain, alangkah baiknya jika suami-isteri yang saling berdiam diri - tidak mahu bertegur sapa di pagi hari tetapi setelah insaf tentang hakikat ini, di malam harinya mereka sudah saling tersenyum dan saling meminta maaf!! 

Ini semua tidaklah aneh bagi pasangan suami-isteri muslim dan muslimah yang sangat memahami bahawa perselisihan antara mereka adalah berpunca dari gangguan Iblis. 

Rasulullah SAW. pernah menerangkan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgahsananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari mereka seraya berkata: "aku telah melakukan ini dan itu," Iblis menjawab, "kamu belum melakukan apa-apa." Kemudian datang lagi yang lain membuat lapuran, "aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia, hingga aku menceraikan antara dia dan isterinya," lalu Iblis mendekat seraya berkata, “Sangat bagus kerjamu” (HR. Muslim) 

Begitulah, Iblis menjadikan perceraian pasangan suami-isteri sebagai pertunjuk prestasi tertinggi tenteranya. Kerana itu, Islam mencegah perselisihan suami-isteri. Justeru itu, jika ada masalah, segeralah selesaikannya secara lembut, berkasih sayang dan saling menghargai. 

Usahakan agar masalah rumah tangga diselesaikan sendiri secara berhikmah dalam keadaan hati merintih memohon pertolongan Allah. Setiap pihak merasakan dia yang bersalah dan bersedia memohon maaf serta sanggup memaafkan tanpa syarat. Elakkan dari menghadirkan pihak ketiga. Jika belum selesai juga, cari seseorang yang boleh menjadi hakim yang dapat diterima kedua belah pihak. 

Yang susahnya jika membiarkan hati dikuasai sifat ego atau sombong – merasa diri betul atau merasa diri tidak bersalah. Inilah penyebab yang membuatkan perceraian tidak dapat dielakkan. Sedangkan anak kunci dalam menghadapi masalah rumah tangga adalah bersabar, bersabar dan bersabar. Sabar adalah ubat yang paling mujarab dalam meredakan ketegangan dan menghapuskan kemarahan. 

Firman Allah yang bererti: 

“Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka kerana hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara yang sewajarnya. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S An-Nisa: 19) 

Demikianlah pernikahan adalah untuk mendapatkan redha Allah. Allah maha mengetahui apa yang terbaik untuk kita sebagai suami atau isteri. Allah maha tahu tentang kelebihan pasangan hidup kita yang kita tidak menyedarinya. Sebab itu Allah anjurkan kita bersabar dalam menghadapi karenah mereka. Jangan melulu membuat keputusan untuk berpisah. Bukankah Allah maha tahu ada banyak lagi kebaikan yang ada pada mereka walaupun karenahnya yang seketika itu sangat menguji kita.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text