Social Icons

Khamis, 13 Julai 2017

Kisah Seorang Wanita Pengikut Syiah Dii Kota Bandung,

Nasib Menjadi Wanita Pengikut Syiah

Kisah wanita berjilbab dari Wisma Fatimah di Jl. Alex Kawilarang 63 Bandung Jawa Barat yang mengidap penyakit kotor gonorhe (kencing nanah) akibat nikah mut’ah. Seperti dilaporkan oleh LPPI yang berkasnya disampaikan ke Kejaksaan Agung dan seluruh gubernur, mengutip ASA (Assabiqunal Awwalun) edisi 5, 1411H, hal. 44-47 dengan judul “ Pasien Terakhir “, seperti yang dimuat buku Mengapa Menolak Syi’ah halaman 270-273.

Berikut ini kisah selengkapnya:

Untuk kedua kalinya wanita itu pergi ke dokter Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin dikota Bandung. Sore itu ia datang sambil membawa hasil laboratorium seperti yang diperintahkan dokter dua hari sebelumnya. Sudah beberapa Minggu dia mengeluh merasa sakit pada waktu buang air kecil (drysuria) serta mengeluarkan cairan yang berlebihan dari vagina (vaginal discharge).~

Sore itu suasana di rumah dokter penuh dengan pasien. Seorang anak tampak menangis kesakitan karena luka dikakinya, kayaknya dia menderita Pioderma. Disebelahnya duduk seorang ibu yang sesekali menggaruk badannya karena gatal. Diujung kursi tampak seorang remaja putri melamun, merenungkan acne vulgaris (jerawat) yang ia alami.

Ketika wanita itu datang ia mendapat nomor terakhir. Ditunggunya satu persatu pasien berobat sampai tiba gilirannya. Ketika gilirannya tiba, dengan mengucapkan salam dia memasuki kamar periksa dokter Hanung. Kamar periksa itu cukup luas dan rapi. Sebuah tempat tidur pasien dengan penutup warna putih. Sebuah meja dokter yang bersih. Dipojok ruang sebuah wastafel untuk mencuci tangan setelah memeriksa pasien serta kotak yang berisi obat-obatan.

Sejenak dokter Hanung menatap pasiennya. Tidak seperti biasa, pasiennya ini adalah seorang wanita berjilbab rapat. Tidak ada yang kelihatan kecuali sepasang mata yang menyinarkan wajah duka. Setelah wawancara sebentar (anamnese) dokter Hanung membuka amplop hasil laboraturium yang dibawa pasiennya. Dokter Hanung terkejut melihat hasil laboraturium. Rasanya adalah hal yang mustahil. Ada rasa tidak percaya terhadap hal itu. Bagaimana mungkin orang berjilbab yang tentu saja menjaga kehormatannya terkena penyakit itu, penyakit yang hanya mengenai orang-orang yang sering berganti-ganti pasangan sexsual.

Dengan wajah tenang dokter Hanung melakukan anamnese lagi secara cermat.

+ “Saudari masih kuliah?”

– “Masih dok”

+ “Semester berapa?”

– “Semester tujuh dok!”

+ “Fakultasnya?”

– “Sospol”

+ “Jurusan komunikasi massa ya?”

Kali ini ganti pasien terakhir itu yang kaget. Dia mengangkat muka dan menatap dokter Hanung dari balik cadarnya.

– “Kok dokter tahu?”

+ “Aah,….tidak, hanya barangkali saja!”

Pembicaraan antara dokter Hanung dengan pasien terakhirnya itu akhirnya seakan-akan beralih dari masalah penyakit dan melebar kepada persoalan lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah penyakit itu.

+ “Saudari memang penduduk Bandung ini atau dari luar kota?

Pasien terakhir itu nampaknya mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan dokter yang mulai menyimpang dari masalah-masalah medis itu. Dengan jengkel dia menjawab.

– “Ada apa sih Dok…..kok tanya macam-macam?”

+ “Aah enggak,……..barangkali saja ada hubungannya dengan penyakit yang saudari derita!”

Pasien terakhir ini tampaknya semakin jengkel dengan pertanyaan dokter yang kesana-kemari itu. Dengan agak kesal dia menjawab.

– “Saya dari Pekalongan”

+ “Kost-nya?”

– “Wisma Fathimah, jalan Alex Kawilarang 63”

+ “Di kampus sering mengikuti kajian Islam yaa”

– “Ya,..kadang-kadang Dok!”

+ “Sering mengikuti kajian Bang Jalal?”

Sekali lagi pasien terakhir itu menatap dokter Hanung.

– “Bang Jalal siapa?”

Tanyanya dengan nada agak tinggi.

+ “Tentu saja Jalaluddin Rachmat! Di Bandung siapa lagi Bang Jalal selain dia….kalau di Yogya ada Bang Jalal Muksin”

– “Yaa,…….kadang-kadang saja saya ikut”

+ “Di Pekalongan,……(sambil seperti mengingat-ingat) kenal juga dengan Ahmad Baraqba?”

Pasien terakhir itu tampak semakin jengkel dengan pertanyaan-pertanyaan dokter yang semakin tidak mengarah itu. Tetapi justru dokter Hanung manggut-manggut dengan keterkejutan pasien terakhirnya. Dia menduga bahwa penelitian penyakit pasiennya itu hampir selesai. Akhirnya dengan suara yang penuh dengan tekanan dokter Hanung berkata.

– “Begini saudari, saya minta maaf atas pertanyaan-pertanyaan saya yang ngelantur tadi, sekarang tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur demi untuk therapi penyakit yang saudari derita,…………..”

Sekarang ganti pasien terakhir itu yang mengangkat muka mendengar perkataan dokter Hanung. Dia seakan terbengong dengan pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh dokter yang memeriksanya kali ini.

+ “Sebenarnya saya amat terkejut dengan penyakit yang saudari derita, rasanya tidak mungkin seorang ukhti mengidap penyakit seperti ini”

– “Sakit apa dok?”

Pasien terakhir itu memotong kalimat dokter Hanung yang belum selesai dengan amat Penasaran.

+ “Melihat keluhan yang anda rasakan serta hasil laboraturium semuanya menyokong diagnosis gonorhe, penyakit yang disebabkan hubungan seksual”

Seperti disambar geledek perempuan berjilbab biru dan berhijab itu, pasien terakhir dokter Hanung sore itu berteriak,

– “Tidak mungkin!!!”

Dia lantas terduduk dikursi lemah seakan tak berdaya, mendengar keterangan dokter Hanung. Pandangan matanya kosong seakan kehilangan harapan dan bahkan seperti tidak punya semangat hidup lagi. Sementara itu pembantu dokter Hanung yang biasa mendaftar pasien yang akan berobat tampak mondar-mandir seperti ingin tahu apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya dokter Hanung memeriksa pasien begitu lama seperti sore ini. Barangkali karena dia pasien terakhir sehingga merasa tidak terlalu tergesa-gesa maka pemeriksaannya berjalan agak lama. Tetapi kemudian dia terkejut mendengar jeritan pasien terakhir itu sehingga ia merasa ingin tahu apa yang terjadi.

Dokter Hanung dengan pengalamannya selama praktek tidak terlalu kaget dengan reaksi pasien terakhirnya sore itu. Hanya yang dia tidak habis pikir itu kenapa perempuan berjilbab rapat itu mengidap penyakit yang biasa menjangkit perempuan-perempuan rusak. Sudah dua pasien dia temukan akhir-akhir ini yang mengidap penyakit yang sama dan uniknya sama-sama mengenakan busana muslimah. Hanya yang pertama dahulu tidak mengenakan hijab penutup muka seperti pasien yang terakhirnya sore itu. Dulu pasien yang pernah mengidap penyakit yang seperti itu juga menggunakan pakaian muslimah, ketika didesak akhirnya dia mengatakan bahwa dirinya biasa kawin mut’ah.

Pasiennya yang dahulu itu telah terlibat jauh dengan pola pikir dan gerakan Syi’ah yang ada di Bandung ini. Dari pengalaman itu timbul pikirannya menanyakan macam-macam hal mengenai tokoh-tokoh Syi’ah yang pernah dia kenal di kota Kembang ini dan juga kebetulan mempunyai seorang teman dari Pekalongan yang menceritakan perkembangan gerakan syi’ah di Pekalongan. Beliau bermaksud untuk menyingkap tabir yang menyelimuti rahasia perempuan yang ada didepannya sore itu.

+ “Bagaimana saudari… penyakit yang anda derita ini tidak mengenai kecuali orang-orang yang biasa berganti-ganti pasangan seks. Rasanya ini tidak mungkin terjadi pada seorang muslimah seperti anda. Kalau itu masa lalu anda baiklah saya memahami dan semoga dapat sembuh, bertaubatlah kepada Allah,….atau mungkin ada kemungkinan yang lain,…?”

Pertanyaan dokter Hanung itu telah membuat pasien terakhirnya mengangkat muka sejenak, lalu menunduk lagi seperti tidak memiliki cukup kekuatan lagi untuk berkata-kata. Dokter Hanung dengan sabar menanti jawaban pasien terakhirnya sore itu.

Beliau beranjak dari kursi memanggil pembantunya agar mengemasi peralatan untuk segera tutup setelah selesai menangani pasien terakhirnya itu.

– “Saya tidak percaya dengan perkataan dokter tentang penyakit saya !” Katanya terbata-bata

+ “Terserah saudari,…….tetapi toh anda tidak dapat memungkiri kenyataan yang anda sandang-kan?”

– “Tetapi bagaimana mungkin mengidap penyakit laknat tersebut sedangkan saya selalu berada didalam suasana hidup yang taat kepada hukum Allah?”

+ “Sayapun berprasangka baik demikian terhadap diri anda,….tetapi kenyataan yang anda hadapi itu tidak dapat dipungkiri?”

Sejenak dokter dan pasien itu terdiam. Ruang periksa itu sepi. Kemudian terdengar suara dari pintu yang dibuka pembantu dokter yang mengemasi barang-barang peralatan administrasi pendaftaran pasien. Pembantu dokter itu lantas keluar lagi dengan wajah penuh tanda tanya mengetahui dokter Hanung yang menunggui pasiennya itu.

+ “Cobalah introspeksi diri lagi, barangkali ada yang salah,…….. sebab secara medis tidak mungkin seseorang mengidap penyakit ini kecuali dari sebab tersebut”

– “Tidak dokter,…….selama ini saya benar-benar hidup secara baik menurut tuntunan syari’at Islam,…..saya tetap tidak percaya dengan analisa dokter”

Dokter Hanung mengerutkan keningnya mendengar jawaban pasiennya. Dia tidak merasa sakit hati dengan perkataan pasiennya yang berulang kali mengatakan tidak percaya dengan analisisnya. Untuk apa marah kepada orang sakit. Paling juga hanya menambah parah penyakitnya saja, dan lagi analisanya toh tidak menjadi salah hanya karena disalahkan oleh pasiennya. Dengan penuh kearifan dokter itu bertanya lagi,……..

+ “Barangkali anda biasa kawin mut’ah??

Pasien terakhir itu mengangkat muka,

– “Iya dokter! Apa maksud dokter”?

+ “Itu kan berarti anda sering kali ganti pasangan seks secara bebas!

– “Lho,… tapi itukan benar menurut syari’at Islam dok! Pasien itu membela diri.

+ “Ooo,…Jadi begitu,…kalau dari tadi anda mengatakan begitu saya tidak bersusah payah mengungkapkan penyakit anda. Tegasnya anda ini pengikut ajaran Syi’ah yang bebas berganti-ganti pasangan mut’ah semau anda. Ya itulah petualangan seks yang anda lakukan. Hentikan itu kalau anda ingin selamat”.

– “Bagaimana dokter ini, saya kan hidup secara benar menurut syari’at Islam sesuai dengan keyakinan saya, dokter malah melarang saya dengan dalih-dalih medis”

Sampai disini dokter Hanung terdiam. Sepasang giginya terkatup rapat dan dari wajahnya terpancar kemarahan yang sangat terhadap perkataan pasiennya yang tidak mempunyai aturan itu. Kemudian keluarlah perkataan yang berat penuh tekanan.

+ “Terserah apa kata saudari membela diri,… anda lanjutkan petualangan seks anda, dengan resiko anda akan berkubang dengan penyakit kelamin yang sangat mengerikan itu, dan sangat boleh jadi pada suatu tingkat nanti anda akan mengidap penyakit AIDS yang sangat mengerikan itu,…atau anda hentikan dan bertaubat kepada Allah dari mengikuti ajaran bejat itu kalau anda menghendaki kesembuhan”.

– “Ma..maaf, Dok, saya telah membuat dokter tersinggung!”

Dokter Hanung hanya mengangguk menjawab perkataan pasiennya yang terbata-bata itu.

+ “Begini saudari,…tidak ada gunanya resep saya berikan kepada anda kalau toh tidak berhenti dari praktek kehidupan yang selama ini anda jalani. Dan semua dokter yang anda datangi pasti akan bersikap sama,… sebab itu terserah kepada saudari. Saya tidak bersedia memberikan resep kalau toh anda tidak mau berhenti”.

– “Ba…baik , Dok, …Insya Allah akan saya hentikan!”

Dokter Hanung segera menuliskan resep untuk pasien terakhir itu, kemudian menyodorkan kepadanya.

– “Berapa Dok?”

+ “Tak usahlah,….saya sudah amat bersyukur kalau anda mau menghentikan cara hidup binatang itu dan kembali kepada cara hidup yang benar menurut tuntunan dari Rosulullah. Saya relakan itu untuk membeli resep saja”.

Pasien terakhir dokter Hanung itu tersipu-sipu mendengar jawaban dokter Hanung

– “Terima kasih Dok,…….permisi”

Perempuan itu kembali melangkah satu-satu dipelataran rumah Dokter Hanung. Ia berjalan keluar teras dekat bougenvil biru yang seakan menyatu dengan warna jilbabnya. Sampai digerbang dia menoleh sekali lagi ke teras, kemudian hilang ditelan keramaian kota Bandung yang telah mulai temaran disore itu

( sumber : Syiahindonesia.com

Membela Sunnah, Menolak Syiah)

Jumaat, 7 Julai 2017

Bagaimana Para Guru Menghadapi Karenah Pelajar? - Pesanan Untuk Ibu Bapa

Mesej dari seorang yang berpengalaman dalam sistem pendidikan di dalam negara kita. Beliau menyaksikan satu sistem pendidikan yang melahirkan generasi yang tidak mampu berdikari bahkan bermasalah. Jika ada pun yang berjaya, kategori berjaya belum tentu dalam bentuk yang sempurna. Dalam banyak sudut yang lain pula, mereka yang dikatakan berjaya itu adalah orang yang gagal. Sebab itu dalam sesuatu sistem pendidikan, mesti berlaku secara rantaian kerjasama semua pihak dari hati dan jiwa yang ada rasa mahu membangunkan sistem yang berkualiti. Teras kualiti ialah rasa takutkan Allah. Awal Agama mengenal Allah!! Bacalah luahan hati beliau terhadap peranan dan sikap ibu bapa: 

Pesanan untuk semua ibu bapa... cikgu juga adalah ibu bapa kepada seseorang anak... peringatan untuk semua... mudah2an membantu membentuk anak2 dlm masyarakat yg perihatin...

Tanamkan dalam hati bahawa;

1. Anak kita bukan baik sangat.

Walau kat rumah dia taat, dia mungkin nakal dibelakang kita. Jadi dia mungkin lawan cakap cikgu, pukul kawan dia, dan buat pelbagai perkara yang kita tak jangka.

2. Bukan anak kita sorang aje kat dalam kelas tu.

Kita kat rumah paling banyak anak 6 7 orang. Itu pun kita tak mampu nak beri perhatian pada semua. Anak cakap banyak sikit kita dah suruh diam. Just imagine kita ada anak kembar seramai 40 orang. Macam tu lah apa yang cikgu alami sewaktu mengajar anak-anak kita.

3. Anak kita juga pandai menipu.

Jangan percaya sangat dengan cerita2 anak kita. Dia mungkin menipu. Tak kiralah seyakin mana kita dengan kesolehan dia, dia mungkin menipu. Siasat dan jangan cepat melatah. Nanti kita yang malu.

4. Anak kita layak dimarah.

Anak kita bukan malaikat. Dia tidak sempurna. Dia pasti melakukan banyak silap. Dia perlu dididik. Character dia di rumah dan di sekolah tak sama. Dia mungkin sangat annoying waktu di dalam kelas dan kita takkan tahu itu. Jika dia dimarah, itu tandanya gurunya sedang mendidiknya.

5. Ingat semula kenapa kita hantar dia kesekolah.

Untuk dia jadi diva kah? Sampai tak boleh diusik.

Untuk dia jadi samseng? Sampai tak boleh dijentik.

Untuk dia jadi biadap? Sampai tak boleh dididik.

6. Dia sedang dididik. Dengan cara yang kita suka, mahupun tidak suka.

Jika tak boleh terima orang lain didik dia dengan cara yang tak sama dengan didikan kita, jangan hantar dia ke sekolah. Kita tak boleh harapkan orang ikut cara kita. Cara kita tak semestinya betul.

7. Kita tak mampu berikan semua ilmu yang diperlukannya.

Kita perlukan guru2. Kita mungkin pakar kimia, tapi kita tak tahu matematik, geography, biology dan sebagainya. Kita mengharapkan guru2 itu mencurahkan ilmu kepada anak kita. Hormati mereka.

8. Duit bukan segalanya.

Kita mungkin kaya. Tapi duit tak mampu jadikan anak kita sempurna. Duit tak boleh membentuk akhlaknya. Dia perlu didik, diajar, dibentuk. Baru dia mampu menjadi manusia.

9. Kita tak mampu membentuknya seorang diri.

Anak kita perlu dilatih hidup dengan masyarakat. Dia perlu diajar bagaimana menghadapi dunia yang ganas di luar sana. Dia perlukan sekolah sebagai langkah pertama untuk memahamkan dia bagaimana untuk survive di dunia ini. Guru2 itulah yang akan membantu kita membuatnya melihat dunia. Beri guru2 itu ruang untuk membantu kita.

10. Kita bukanlah orang yang paling betul dalam dunia.

Cara guru dan kita mungkin berbeza. Tapi pengalaman mereka mendidik memang kita tak mampu menandinginya. Paling hebat kita didik 6 7 orang anak kita sendiri. Mereka dah didik 6 7 orang anak sendiri dan beratus malahan beribu anak-anak orang lain yang mereka didik seperti anak-anak mereka sendiri.

11. Jangan sombong dengan guru2. Allah sebut darjat mereka tinggi di dalam al quran.

Mereka bukan sahaja bekerja kerana gaji, tapi mereka melakukan amal jariah dengan memberi ilmu yang bermanfaat kepada ribuan manusia, dan amal ini allah kira sahamnya walaupun setelah mereka meninggal dunia. Amal kita?

12. Ilmu anak kita takkan berkat tanpa redha gurunya.

Tanamkan itu dalam peribadi anak-anak kita. Yang 11A tapi jika biadap dengan guru belum tentu berkat ilmunya, belum pasti tenang hidupnya. A kurang tak apa. Asalkan tak kurang adabnya. Biar berkat ilmunya. Kejayaan akan datang dalam pelbagai cara.

13. Guru2 sentiasa mengingatkan anak kita agar hormat ibu bapanya.

Ibu bapa sentiasa menjadi sentimen utama yang digunakan oleh guru2 untuk menasihati anak-anak kita. Mengapa kita tak boleh buat perkara yang sama? Satu sahaja, kerana kita rasa kita lebih bagus dari segenap segi daripada guru2 anak-anak kita.

Justeru itu,
Berlapang dadalah. 
Ilmu itu bukan bilangan "A". 
Tapi apa yang anak kita dapat untuk dia jadikan panduan untuk jalani kehidupan di dunia dan diakhirat.

terima kasih.

Khamis, 6 Julai 2017

Betulkah Ada Sahabat Meminum Darah Bekam Nabi SAW?

Tajuk asal artikel berikut ialah: Bertabarruk Dengan Darah Nabi SAW

Rasulullah SAw memiliki banyak kelebihan yang dikurniakan oleh Allah kepadanya yang membolehkan kita mengambil berkat daripadanya. - Gambar hiasan 

Minggu ini kita akan menyambung perbicaraan tentang mengambil berkat (bertabarruk) dengan nabi dalam kes-kes yang agak ganjil iaitu dengan meminum darah Nabi SAW.

Jika kita hanya memakai hukum akal dan adat kebiasaan semata-mata dalam menilai riwayat-riwayat ini nescaya sukar kita menerimanya dengan reda. Tetapi Islam mengajar kita bahawa akal harus tunduk kepada wahyu apabila kedua-duanya bertembung walaupun dalam kebanyakan hukum dan riwayat dalam Islam wahyu dan akal adalah selari. 

Wahyu mengajar kita bahawa nabi SAW walaupun dari jenis manusia tetapi baginda bukanlah sama dan serupa dengan manusia biasa. Maka tidak menghairankan kita fizikal baginda termasuk peluh, darah malah sisa kumuhan baginda pun tidak sama hakikatnya dan hukumnya berbanding dengan manusia biasa. 

Keistimewaan kurniaan Allah SWT ini harus kita lihat sebagai suatu kurniaan dan ketinggian kepada Islam dan umatnya jua, sehingga nabi sebagai tokoh terutama dan tertinggi bagi Islam dan umatnya diberi kelebihan yang sebegitu. Ia sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan Islam dan umat Islam. 

Para sahabat yang merupakan generasi yang paling memahami Islam dan hukum-hakamnya bertabarruk dengan sisa-sisa tubuh nabi SAW yang mulia itu dan tidak pula dilarang oleh Nabi SAW.

Khabar mengenai Abdullah ibn Zubair 

Daripada 'Amir ibn Abdullah ibn Zubair mengisahkan ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahawa dia pernah datang kepada nabi ketika baginda sedang dibekam.

Setelah selesai dibekam, Baginda SAW bersabda: "Wahai Abdullah (ibn Zubair)! Pergilah kamu dengan membawa darah ini dan buanglah ia di tempat yang tidak seorang pun dapat melihat kamu."

Setelah meninggalkan Rasulullah SAW, dia mengambil darah itu, lalu meminumnya. Apabila kembali semula, Rasulullah SAW bertanya: "Apakah yang telah kamu lakukan dengan darah itu?" Dia menjawab: "Aku telah sorokkannya di tempat yang sangat tersorok, yang aku tahu ia sememangnya tersembunyi daripada orang ramai."

Baginda SAW bersabda: "Boleh jadi engkau telah meminumnya?" Dia menjawab: "Ya".

Nabi SAW bersabda: "Kenapa kamu minum darah itu? Celakalah manusia daripada kamu dan terselamatlah kamu daripada manusia." (riwayat Al-Hakim, al-Bazzar, Al-Isobah dan oleh Al-Haithami dalam Majma')

Abu Musa mengatakan bahawa Abu 'Asim berkata: "Mereka (para sahabat) berpendapat bahawa kekuatan yang terdapat pada Abdullah ibn Zubair itu disebabkan keberkatan darah tersebut."

Dalam riwayat Imam al Dar Qutni daripada hadis Asma' binti Abu Bakar juga seperti itu. Dalam hadis tersebut dinyatakan: "Dan kamu tidak akan disentuh api neraka".

Dalam kitab al Jauhar al-Maknun fi Zikr al-Qaba'il wa al-Butun disebutkan, bahawa setelah Abdullah ibn Zubair meminum darah Rasulullah SAW, meruap bau wangi kasturi daripada mulut Ibnu Zubair dan bau itu kekal di mulutnya sehingga dia disalib (syahid). (Dalam Al-Mawahib, al-Quatallani, 1:284)

Khabar daripada Safinah

Imam Tabrani meriwayatkan daripada Safinah r.a katanya: Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW berbekam. Setelah itu, baginda bersabda: "Ambillah darah ini dan tanamlah ia daripada (dilihat) oleh binatang, burung dan manusia". Lalu, aku pun menyembunyikannya dan meminumnya. Kemudian, aku memberitahu hal itu kepada Rasulullah SAW, maka baginda pun ketawa. (Al-Haithami dalam Majma' mengatakan bahawa rijal Al-Tabrani adalah thiqah. 8:270)

Khabar Malik ibn Sinan

Dalam Sunan Sa'id ibn Mansur melalui jalan 'Amru ibn Sa'ib disebut: "Telah sampai berita kepadanya bahawa Malik ibn Sinan r.a, bapa Abu Sa'id al Khudri, tatkala muka Nabi Muhammad SAW luka dalam peperangan Uhud, dia menghisap darah baginda SAW sampai bersih dan nampak putih bekas lukanya." 

Nabi SAW bersabda: "Muntahkan darah itu!" Malik r.a menjawab: "Aku tidak akan memuntahkannya selama-lamanya." Bahkan, dia menelannya. 

Nabi SAW bersabda: "Barang siapa ingin melihat seorang dari ahli syurga, maka lihatlah kepada orang ini." Ternyata, dia gugur syahid dalam peperangan Uhud.

Imam Tabrani juga meriwayatkan hadis seperti itu. Antara lain, disebutkan bahawa Rasulullah SAW bersabda: "Sesiapa yang mencampurkan darahku dengan darahnya, nescaya tidak akan disentuh api neraka". (Al-Haithami mengukuhkan hadis ini dalam Majma'nya, 8:270)

Pembekam lain yang minum darah nabi

Ibnu Hibban meriwayatkan dalam al-Dhu'afa', daripada Ibnu Abbas beliau berkata: "Nabi SAW pernah dibekam oleh seorang pemuda dari bangsa Quraisy. Setelah selesai dibekam, dia mengambil darah baginda SAW lalu membawanya ke balik dinding. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, tiada seorang pun yang kelihatan. Lalu dia menghisap darah itu hingga habis. Kemudian dia menghadap Nabi SAW." 

Baginda memerhatikan wajahnya, lalu bersabda: "Celakalah engkau. Apakah yang telah engkau lakukan dengan darah itu?" Dia menjawab: "Aku menyorokkannya di belakang dinding." Nabi SAW bertanya: "Di manakah engkau menyoroknya?" Dia menjawab: "Wahai Rasulullah! Aku tidak suka jika darahmu itu aku tumpahkan ke bumi. Sebenarnya darahmu itu ada di dalam perutku." Rasulullah SAW bersabda: "Pergilah. Engkau telah memelihara dirimu daripada api neraka." (Al-Qustallani, al-Mawahib al-Laduniyyah,1:284) 

Hadis mengenai Barakah, pembantu Ummu Habibah r.a

Berkata al-Hafiz Ibnu Hajar: "Telah meriwayatkan Abdul Razzaq daripada Ibnu Juraij, beliau berkata: Aku diberitahu bahawa nabi pernah buang air kecil ke dalam sebuah bekas yang diperbuat daripada tembikar. Kemudian, baginda meletakkannya di bawah katilnya." 

Apabila baginda hendak mengambilnya kembali, ternyata bekas itu tidak mengandungi apa-apa. Rasulullah SAW bertanya kepada seorang perempuan yang bernama Barakah, pembantu Ummu Habibah yang datang bersamanya dari Habsyah: "Di manakah air kencing di dalam bekas itu?" Dia menjawab: "Aku telah meminumnya."

Rasulullah SAW bersabda: "Semoga engkau beroleh kesihatan, wahai Ummu Yusuf!" Dia memang digelar dengan gelaran Ummu Yusuf. Selepas peristiwa itu, dia tidak pernah sakit, kecuali sakit yang mengakibatkan kematiannya. (Ibnu Hajar, al-Talkhis al Habir fi Takhrij Ahadith al-Syarh al-Kabir, (2: 32))

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Nasaei secara ringkas. Berkata al Hafiz al-Suyuti: "Ibnu Abdul Bar telah menyempurnakan penulisan hadis ini di dalam al-Isti'ab." Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW bertanya Barakah tentang air kencing yang terdapat di dalam bekas tersebut. Lalu Barakah berkata: "Aku telah meminumnya, wahai Rasulullah!" Seperti yang disebut oleh hadis. (Al-Suyuti, Sharh Sunan Al-Nasaei, 1:32).

Artikel Penuh: 
© Utusan Melayu (M) Bhd

Rabu, 5 Julai 2017

Ruh Rasulullah SAW Sentiasa Hadir

Ketahuilah, bahawa ruh Baginda Rasulullah SAW akan selalu hadir dan berada di sisi para pecinta dan para perindunya. Bila-bila dan dimanapun mereka berada.

Jika Allah SWT mengizinkan ruh Saiyidina Jaafar bin Abi Thalib terbang dari Syurga menuju Madinah untuk mengirim salam kepada Baginda Rasulullah SAW. Lalu bagaimana dengan ruh suci Rasulullah SAW sendiri...? 

Allah SWT membebaskan ruh-ruh para Nabi untuk bertemu Baginda Rasulullah SAW pada malam Isra' Miraj, Maka ruh Sayyidil Wujud Muhammad SAW memiliki kebebasan dan kekuasaan yang lebih dari ruh-ruh lainnya.

Hal ini adalah kerana ruh Nabi Muhammad SAW adalah ruh yang paling mulia di alam ini dan ruh paling agung di dunia ini. (Al-Habib Umar bin Hafidz)

Kalam Al-Habib Umar bin Hafidz ini menunjukkan bahawa Rasulullah SAW akan selalu hadir di Majlis para pecintanya, Majlis para perindunya, Majlis Selawat, Kerana Baginda SAW sangat mencintai dan merindui umatnya jauh melebihi rasa cinta dan rindu mereka padanya. Allahu Akbar!!!

Sebab itu kenalah difahami bahawa hubungan Rasulullah saw dengan umat yang mencintai Baginda akan terus berlaku sepanjang zaman. 

Pernah dalam satu masa ketika Sayyidi Syeikh Soleh El-Ja'afari Radhiallahu 'anhu sedang menyampaikan kuliahnya di Masjid Al-Azhar, tiba-tiba bersuara seorang lelaki bertanyakan tentang istilah 'madad' yang biasa diungkapkan oleh ahli Tarikat Ahmadiah, katanya: Ya syeikh! telah menegah oleh guruku tentang berkata "madad ya Rasulullah!!". 

Lalu jawab Syeikh Solleh El-Ja'afari: "Apa makna madad yang engkau faham? Ketika engkau pergi kepada seorang yang 'alim dan berkata engkau di hadapannya "madad"; maksudnya "ajarkan aku". 

Ketika engkau berkata kepada seorang wali, "madad!!"; maksudnya engkau meminta kepada wali itu doakan kebaikan. Ketika engkau berkata juga, "Madad Ya Rasulullah Sollahu 'alaihi wasallam"; maksudnya engkau meminta ampun "wahai pesuruh Allah". 

Kesimpulannya kalimah madad sepatutnya mesti mengetahui kepada mereka yang kita tujukan, samada wali atau orang 'alim atau Rasulullah Sollahu 'alaihi wasallam dan kepada siapa yang kita tujukan. 

Maka hendaklah kita faham wahai saudaraku tentang makna madad yang sebenarnya. Ia bukan satu kalimah yang syirik, padahal madad adalah harus dengan bahawasanya kita faham maksud asalnya. Kita berkata Madad Ya Rasulullah Sollahu 'alaihi wasallam; maksudnya kita pohonkan dan panjatkan dengan shafa'at dan memohon ampun daripada Rasulullah Sollahu 'alaihi wasllam. Dan perkara ini adalah harus. Wallahu a'lam. 

Selasa, 4 Julai 2017

Bolehkah Menghadirkan Mursyid Ketika Berzikir?

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan Hari Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang menghadirkan mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah satu metode berzikir dan beramal dalam tarikatullah Naqsyabandiyah adalah menghadirkan Syekh Mursyid sebagai imam rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan konsentrasi penuh dalam berzikir dan beribadat. Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan) Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat dalam Tarikatullah Naqsyabandiyah saja, tetapi juga terdapat pada seluruh lembaga tarikat-tarikat muktabarah.

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Menceritakan kepada kami Sofian bin Wakik, mengabarkan kepada kami Bapakku dari Sofian, dari ‘Asyim bin Ubaidillah, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pada waktu minta ijin kepada Nabi SAW untuk melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda, “Wahai saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku, pada waktu engkau berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku”. Hadis ini adalah hadis Hasan Sahih. (H.R. Abu Daud dan Turmuzi).

Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak pernah lupa, tapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap melaksanakan ibadat bahkan sampai pada waktu di kamar kecil. Rasulullah membenarkan apa yang telah mereka alami itu. Para pakar Tarikat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai imam/pembimbing rohani, dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar dari segala was-was, rupa- rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-bisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan syetan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas Iman dan Takwanya.

Rasulullah SAW bersabda, “Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah” (H.R. Abu Daud).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Dari Abdullah bin Busrin r.a. berkata, bersabda Rasulullah SAW, “Sangat beruntunglah bagi orang yang melihat aku dan beriman kepadaku, sangat beruntung pula orang yang melihat orang yang telah melihat aku, demikian juga seterusnya orang yang telah melihat orang yang telah melihat aku tadi dan beriman kepadaku, dan beruntunglah kesemuanya dan bagi mereka semua mendapatkan sebaik- baik tempat kembali kepada Allah.” (H.R. Ath-Thabrani).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Ya Ali, orang mu’min senantiasa tambah dalam agamanya selama tidak makan barang haram, dan barang siapa mencerai (menjauhi) ulama (jasmani dan rohani) maka matilah hatinya dan buta dari taat kepada Allah SWT (Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani, Washiyyatul Musthafa lil Imam Ali : 3). Sayyid Al Bakri dalam buku “Kifayatul Atqiyah”mengatakan, Artinya : Dan menyatakan pula kepada (zikir Allah, Allah) itu menghadirkan gurunya yang mursyid, agar menjadi teman dalam perjalanan menuju kepada Allah ta’ala (Sayyid Al Bakri, Kifayatul Atqiyah : 107).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Barangsiapa melihat aku, maka betul-betul dia telah melihat aku. Sesungguhnya aku bisa menzahir dalam tiap-tiap rupa. (Sayyid Ahmad bin Idris, kitab Ruhus Sunnah Warauqun Nufusil .Mutma’innah : 147). Sabda Rasulullah SAW : Artinya : Barangsiapa memuliakan orang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan aku. Barangsiapa memuliakan aku, sesungguhnya dia telah memuliakan Allah dan barangsiapa yang memuliakan Allah maka surgalah tempatnya (Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as Suyuti, kitab “Lubabul Hadis” : 8).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Barangsiapa melihat wajah orang alim (jasmani dan rohani) satu kali, dan dia bergembira, senang, menghayati dengan penglihatan itu, maka Allah ta’ala akan menjadikan dengan melihatnya itu, malaikat-malaikat yang memintakan ampun untuknya sampai hari kiamat. (Kitab Lubabul Hadis : 8).



Syekh Amin Al Kurdi menjadikan kisah Yusuf dengan Siti Zulaikha yang tidak jadi melaksanakan hubungan seksual, karena terbayang atau hadirnya dalam rohani ingatan Yusuf, yaitu ayahnya sendiri dan suami Zulaikha (Al Aziz, Perdana Menteri Mesir), betapa murkanya mereka ini nanti kalau terjadi perbuatan yang tidak susila itu. Syekh Amin Al Kurdi dan tokoh-tokoh sufi lainnya menjadikan Q.S. Yusuf 12 : 23 dan 24 ini sebagai dalil boleh dan perlunya menghadirkan mursyid supaya terhindar dari was-was iblis dan syetan. Yusuf menghadirkan ayahnya yitu Nabi Ya’cubdalam ingatan, sekaligus tersambung kepada Allah SWT, sehingga tercegahlah perbuatan tidak susila itu. Firman Allah SWT , Artinya : Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, “Marilah ke sini”. Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku (Qithfir) telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf. Dan Yusuf pun tentu akan bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba- hamba Kami yang terpilih. (Q.S. Yusuf 12 : 23 - 24). 

Syekh Mursyid tidak memberi bekas karena yang memberi bekas hanya Allah SWT saja. Yang memberi bekas adalah kudrat dan iradat Allah SWT yang merupakan power dan frekuensi tak terhingga ( ), langsung dari Allah SWT, yang tersalur melalui Arwahul Muqaddasah para Nabi dan para RasulAllah, serta para Wali Allah dan kepada orang-orang saleh yang berzikir, baik lahir maupun batin bersama-sama dengan mereka. Syekh Mursyid sebagaimana halnya wali-wali Allah yang lain, bukan juga wasilah, tetapi pembawa wasilah atau wasilah carrier atau hamilul wasilah yang menyalurkan wasilah, power dan frekuensi tak terhingga ( ) dari Allah SWT. 

Orang yang merabithkan rohaniahnya kepada rohaniah wali-wali yang ada padanya wasilah, maka dia akan langsung juga mendapatkan power dan frekuensi wasilah yang tak terhingga itu, sehingga faktor tak terhingga menjelma padanya yang disebut khariqul ‘adah, yang berbentuk ma’unah-ma’unah ataupun kekeramatan-kekeramatan. 

Pengamal tarikat tidak boleh mengabaikan atau meninggalkan syariat, sebab antara keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Antara syariat dan tarikat adalah ibarat bawang. Kulit bawang itu sendiri sekaligus adalah isinya dari lapisan pertama sampai dengan lapisan terakhir. Kulit bawang adalah hakikat bawang itu sendiri dan sebaliknya, hakikat bawang adalah kulitnya itu sendiri. Begitu pulalah halnya antara syariat dan tarikat, antara syariat dan hakikat. Tarikat itu adalah pengamalan syariat itu sendiri.

Siapakah Guru Mursyid?

Ulama Mursyid

Pengertian Kedudukan mursyid atau pemimpin peramalan dalam suatu tarikat menempati posisi penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat seperti berbuat dosa besar atau dosa kecil, tetapi juga memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ dan melaksanakan amal-amal sunnah untuk bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Disamping memimpin yang bersifat lahiriah tersebut, seorang mursyid adalah juga pemimpin kerohanian bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa murid-muridnya kepada tujuan tarikat guna mendapatkan ridla Allah SWT. Oleh sebab itu seorang mursyid pada hakikatnya adalah sahabat rohani yang sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak bercerai-cerai, beriring- iringan, berimam-imaman melaksanakan zikrullah dan ibadat lainnya menuju ke hadirat Allah SWT. Persahabatan itu tidak saja semasa hidup di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke akhirat, walaupun salah seorang telah mendahului berpulang ke rahmatullah, dan telah sederetan duduknya dengan para wali Allah yang saleh.(Kadirun Yahya,1982 : 15-16).

As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam bukunya yang terkenal “Tanwirul Qulub” menjelaskan bahwa seorang murid/salik dalam usahanya menuju ke hadirat Allah SWT yang didahului dengan tobat, membersihkan diri rohani, kemudian mengisinya dengan amal-amal saleh haruslah mempunyai Syekh yang sempurna pada zamannya, yang melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadis, dan mengikuti peramalan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW secara berkesinambungan yang diteruskan oleh para ahli silsilah sampai pada zamannya. Seorang mursyid yang silsilahnya berkesinambungan sampai dengan Nabi Muhammad SAW, haruslah mendapatkan izin atau statuta dari mursyid sebelumnya. 

Dengan demikian seorang mursyid haruslah telah mendapatkan pendidikan yang sempurna, sudah arif billah, seorang wali yang mendapat izin atau statuta dari mursyid sebelumnya. Seorang murid/salik yang bertarikat tanpa Syekh maka mursyidnya adalah syetan. (Amin Al Kurdi, 1994 : 353). Syekh Abu Yazid Al Busthami, Artinya : “Orang yang tidak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan.” 

Pengertian Mursyid dijelaskan oleh Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya dalam beberapa buku dan ceramahnya bahwa Mursyid itu bukan wasilah, tapi Mursyid itu adalah pembawa wasilah atau hamilul wasilahatau wasilah carrier,menggabungkan wasilah itu kepada wasilah yang telah ada pada rohaniah Rasulullah SAW. Sebagai pemimpin rohani mursyid mempunyai sifat-sifat kerohanian yang sempurna, bersih dan kehidupan batin yang murni. 

Mursyid adalah orang yang kuat sekali jiwanya, memiliki segala keutamaan, dan mempunyai kemampuan makrifat. Mursyid merupakan kekasih Tuhan. Secara khusus mendapat berkah daripada-Nya, dan sekaligus menjadi pembawa wasilah dari hamba kepada Tuhannya. 

Pada dirinya terkumpul makrifat sempurna tentang syariat Tuhan, mengetahui berbagai penyakit rohani dan tahu cara pengobatannya. Sebagai kekasih Allah, Mursyid mendapat anugerah kemampuan untuk mendatangkan maunah-maunah atau karamah-karamah. Syekh Mursyid dalam melaksanakan tugasnya mempunyai predikat-predikat sesuai dengan tingkat dan bentuk pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya. Predikat-predikat itu dapat saja terkumpul dalam diri satu orang atau ada pada beberapa orang. Predikat itu antara lain :

(1) Syaikh al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam tarikat yang iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dengan hukum Tuhan, sehingga dari syekh itu atau atas pengaruhnya orang yang meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total.

(2) Syaikh al-Iqtida’, yaitu guru yang tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan perbuatannya seyogyanya diikuti.

(3) Syaikh at-Tabarruk, yaitu guru yang selalu dikunjungi oleh orang-orang yang meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka.

(4) Syaikh al-Intisab, ialah guru yang atas campur tangan dan sifat kebapakannya, maka orang yang meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu akan menjadi khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima berbagai perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan.

(5) Syaikh at- Talqin, adalah guru kerohanian yang membantu setiap individu anggota tarikat dengan berbagai do’a atau wirid yang selalu harus diulang-ulang.

(6) Syaikh at-Tarbiyah, adalah guru yang melaksanakan urusan-urusan para pemula dalam suatu lembaga tarikat. Tempat tinggal syekh biasanya disebut Zawiyah, dan di tempat itu dia dibantu oleh para khadam dalam menjalankan tugasnya(Ensiklopedi Islam 3, 1994 : 303). 

B. Dalil-Dalil Banyak dalil naqli Al Qur’an maupun Al Hadis, yang menjelaskan tentang fungsi dan kedudukan Mursyid. Menjelaskan dalil naqli tersebut kita temui pula Qaulul Arifin yaitu kata-kata mutiara sufi yang telah arif billah menjelaskan fungsi dan kedudukan mursyid tersebut dalam suatu tarikatullah. 

Firman Allah SWT, Artinya : Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka tidak ada seorang pemimpin (Wailyyam Mursyida) pun yang memberinya petunjuk (Q.S. Al Kahfi 18 : 17). 

Firman Allah SWT, Artinya : Barang siapa mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu bersama-sama dalam deretan orang- orang yang diberikan Allah kurnia pada mereka yaitu para Nabi, para shidiqin, orang-orang syahid dan orang-orang yang saleh. Adalah sebaik-baiknya bersahabat dengan mereka (Q.S. An Nisa’ 4 : 69). 

Firman Allah SWT, Hai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama dengan orang- orang yang benar (Q.S. At Taubah 9 : 119). Dari Q.S Al Kahfi 18 : 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mursyid itu adalah seorang wali yang berfungsi sebagai pembimbing rohani dari seorang yang mendapat hidayah dari Allah SWT. Dari Q.S. An Nisa’ 4 : 69 juga Q.S. At Taubah 9 : 119 Mursyid itu termasuk kelompok orang- orang yang benar dan orang-orang yang saleh. Tafsir Al Maraghi V : 128, menjelaskan tentang tafsir Q.S. Al Kahfi 18 : 17bahwa Ashabul Kahfi adalah contoh orang yang mendapat petunjuk, memperoleh jalan yang benar dan mendapat kemenangan dunia akhirat. Mereka itu adalah orang yang mendapat irsyad/petunjuk dari Allah SWT, sedangkan orang yang sesat adalah orang yang tidak mendapatkan hidayah irsyad/petunjuk itu dan tidak pula mendapatkan seseorang yang menunjukinya (mursyid) maka larutlah dia dalam keadaan sesat itu.

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Dari Usman bin Affan r.a. d ia berkata, Rasulullah bersabda, “Di hari kiamat, yang memberi syafaat ada tiga golongan yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada.” (H.R. Ibnu Majah).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : Dari Abu Sa’id, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sebagian dari umatku ada yang memberi syafaat kepada golongan besar dari manusia, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka masuk surga semuanya.” (H.R. Tarmizi).

Sabda Rasulullah SAW, Ertinya : “Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah”. (H.R. Abu Daud) Yang dimaksud dengan ulama dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan orang yang memberi syafaat dalam hadis riwayat Tarmizi termasuk para Mursyid. Dalam sabda Rasulullah orang yang telah beserta dengan Allah itu termasuk para wali mursyid.

C. Syarat-syarat Berdasarkan pengertian tentang Mursyid dan dalil-dalilnya, maka tidak semua orang bisa menjadi mursyid. Walaupun fungsi Mursyid itu sama dengan fungsi guru yaitu memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya, tapi bidangnya adalah rohani yang sangat halus yang berpusat pada lubuk hati sanubari. Jadi sifatnya tidak kelihatan, ghaib atau metafisika. Pelajaran yang diberikan mursyid kepada muridnya merupakan transfer of spiritual yaitu Iman dan Takwa (Imtak). Adapun fungsi guru yang kita kenal adalah transfer of knowledge. Dia mengajarkan masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). 

Menurut Al Mukarram Saidi Syekh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya ada delapan syarat utama bagi seorang mursyid itu, yaitu :

1). Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan izin dan ridho-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain.

2). Kamil lagi Mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang diberi kurnia oleh Allah, karena Allah. 3). Memberi bekas pengajarannya (kalau ia mengajar atau mendo’a berbekas pada si murid, si murid berubah ke arah kebaikan), berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridla Allah, Biiznillaahi.

4). Masyhur ke sana ke mari, kawan dan lawan mengakui, ia seorang guru besar.

5). Tidak dapat dicela pengajarannyaoleh orang yang berakal, karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Al Hadis dan akal/ilmu pengetahuan.

6). Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal yang tidak murni halalnya.

7). Tidak setengah kasih kepada dunia, karena hatinya telah bulat penuh kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia, bekerja hebat dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah SWT. 

8). Mengambil ilmu dari “Polan” yang tertentu ; Gurunya harus mempunyai tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan silsilah yang nyata. Di kalangan sufi atau tarikat, berguru itu yang penting tidak hanya mendapatkan pelajaran atau ilmu pengajaran, tetapi yang lebih penting lagi dalam belajar dengan Syekh Mursyid itu adalah beramal intensif dan berkesinambungan, serta memelihara adab dengan Syekh Mursyid sebaik-baiknya. Dengan cara ini seseorang murid antara lain akan mendapatkan Ilmu Ladunni langsung dari Allah SWT yang berbentuk makrifah karena terbukanya hijab. Inilah yang dimaksud dengan syarat nomor satu tersebut. Syarat yang terpenting lainnya bahwa seseorang mursyid itu harus mempunyai silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya, seperti yang tersebut pada syarat nomor delapan. 

As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam buku Tanwirul Qulubnya ada 24(duapuluh empat) syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Mursyid yaitu :

1). Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syariah dan Akidah yang dapat menjawab, dan memberikan penjelasan bila mereka bertanya tentang itu.

2). Mengenal dan arif tentang seluk beluk kesempurnaan dan peranan hati serta mengetahui pula penyakit-penyakit, kegelisahan-kegelisahannya dan mengetahui pula cara-cara mengobatinya.

3). Bersifat kasih sayang sesama muslim terutama kepada muridnya. Apabila seorang mursyid melihat muridnya tidak sanggup meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya maka ia harus bersabar dan tidak mencemarkan nama baiknya. Dia juga harus terus menerus memberi nasehat, memberi petunjuk sampai muridnya itu kembali menjadi orang baik.

4). Mursyid harus menyembunyikan atau merahasiakan aib dari murid-muridnya.

5). Tidak tersangkut hatinya kepada harta muridnya dan tidak pula bermaksud untuk memilikinya.

6). Memerintahkan kepada murid apa yang harus dilaksanakan dan melarang apa yang harus ditinggalkan. Untuk itu Mursyid harus memberi contoh sehingga ucapannya menjadi berwibawa.

7). Tidak duduk terus menerus bersama dengan muridnya kecuali sekedar hajat yang diperlukan. Kalau dia bermuzakarah memberi pelajaran kepada murid-muridnya haruslah memakai kitab-kitab yang muktabarsupaya mereka bersih dari kotoran yang terlintas dalam hati, dan supaya mereka dapat melaksanakan ibadat yang sah dan sempurna.

8). Ucapannya hendaklah bersih dari senda gurau dan olok-olok, tidak mengucapkan sesuatu yang tidak perlu.

9). Hendaklah selalu bijaksana dan lapang dada terhadap haknya. Tidak boleh minta dihormati, dipuji atau disanjung-sanjung dan tidak membebani murid dengan sesuatu yang tidak sanggup dilaksanakannya dan tidak menyusahkan mereka.

10). Apabila dia melihat seorang murid yang kalau banyak duduk semajelis dengannya, bisa mengurangi kewibawaan dan kebesarannya, hendaklah si murid itu segera disuruh berkhalwat yang tidak begitu jauh darinya.

11). Apabila ia melihat kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang dalam anggapan hati murid- muridnya, hendaklah ia segera mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mencegahnya, sebab yang demikian ini adalah musuh yang terbesar.

12). Tidak lalai untuk memberi petunjuk kepada mereka, tentang hal-hal untuk kebaikan murid- muridnya.

13). Apabila murid menyampaikan sesuatu yang dilihatnya dalam mukasyafah maka hendaklah ia tidak memperpanjang percakapan tentang itu. Karena kalau mursyid memperpanjang pembicaraannya tentang penglihatan murid tadi, mungkin murid itu akan merasa martabatnya sudah tinggi dan ini akan merusak citranya.

14). Mursyid wajib melarang murid-muridnya membicarakan rahasia tarikat kepada orang yang bukan ikhwannya kecuali terpaksa. Mursyid juga mencegah pembicaraan tentang sesuatu yang luar biasa yang dialaminya walaupun dengan sesama ikhwan, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa sombong dan takabur atau menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain.

15). Mursyid hendaklah berkhalwat pada tempat yang khusus dan tidak memperkenankan orang lain masuk kecuali orang-orang yang telah ditentukan.

16). Mursyid hendaklah menjaga agar muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya, tidurnya, makan dan minumnya, sebab yang demikian bisa mengurangi penghormatan murid terhadap syekh yang bercerita dan mempergunjingkannya yang merusak kemaslahatan murid itu sendiri.

17). Tidak membiarkan murid terlalu banyak makan, karena banyak makan itu memperlambat tercapainya latihan yang diberikan oleh Mursyid, dan banyak makan itu menjadikan murid itu budak perut.

18). Melarang murid-muridnya semajelis dengan mursyid lain, sebab yang demikian membahayakan keadaan murid itu sendiri. Tetapi apabila dia melihat pergaulan itu tidak akan mengurangi kecintaan dan tidak pula akan menggoyahkan pendirian muridnya, maka boleh saja mursyid membiarkan muridnya semajelis dengan syekh lain.

19). Harus mencegah muridnya sering mengunjungi pejabat-pejabat atau para hakim, supaya murid jangan terpengaruh, dan bisa menghambat tujuannya untuk menuju akhirat.

20). Tutur kata dan tegur sapa hendaklah dilaksanakan dengan sopan santun dan lemah lembut dan tidak boleh berbicara kasar atau memaki-maki.

21). Apabila seorang murid mengundangnya maka hendaklah dia menerima undangan itu dengan penuh penghormatan dan penghargaan.

22). Apabila mursyid duduk bersama muridnya, hendaklah dia duduk dengan tenang, sopan, tertib dan tidak gelisah dan tidak banyak menoleh kepada mereka. Tidak tidur bersama mereka, tidak melunjurkan kaki. Para murid harus percaya bahwa mursyid itu mempunyai sifat-sifat terpuji yang menjadi ikutan dan panutan mereka.

23). Apabila mursyid menerima kedatangan murid, hendaklah dia menerimanya dengan senang hati, tidak dengan muka yang masam dan apabila murid meninggalkannya hendaklah mursyid mendo’akannya tanpa diminta. Apabila Mursyid datang kepada muridnya, hendaklah ia berpakaian rapi, bersih dan bersikap yang sebaik-baiknya.

24). Apabila seorang murid tidak hadir di majelis zikir, hendaklah ia bertanya dan meneliti apa sebabnya. Kalau dia sakit, hendaklah dia jenguk atau ada keperluan hendaklah ia bantu atau karena ada suatu halangan hendaklah dia mendo’akannya.

As Syekh Amin Al Kurdi berkesimpulan bahwa sifat mursyid harus meneladani sifat-sifat Rasulullah menghadapi sahabat-sahabatnya sesuai dengan kemam-puannya (Amin Al Kurdi, 1994 : 453-455). 

Imam Al Ghazalimenyatakan bahwa murid tak boleh tidak harus mempunyai syekh yang memimpinnya, sebab jalan iman adalah samar, sedangkan jalan Iblis itu banyak dan terang. Barang siapa yang tak mempunyai syekh sebagai petunjuk jalan dia pasti akan dituntun oleh Iblis dalam perjalanannya itu. 

 

Sample text

Sample Text

Sample Text