Nabi Samuel pewaris ajaran nabi Musa
Nabi Samuel diturunkan Allah kepada Bani Israel sekitar dua abad setelah Nabi Musa wafat. Ketika itu Bani Israel hidup tercerai-berai setelah negaranya ditakluki oleh bangsa Palestina. Mereka benar-benar terusir dari negaranya sendiri. Tabut, kotak tempat menyimpan kitab Taurat, yang merupakan khazanah keramat Bani Israel, juga jatuh kepada tangan orang-orang Palestina. Khazanah pusaka ini diturunkan Tuhan sejak masa Nabi Musa dan di wariskan kepada keturunan Bani Israel. Dibawah naungan dan keberkatan Tabut itulah mereka hidup aman dan tenteram.
Namun, suasana sejahtera dan damai itu justeru membuat mereka melupakan ajaran Nabi Musa. Mereka mengubah ajaran agama yang diturunkan dalam kitab Taurat sesuai dengan kemahuan dan keinginan nafsu mereka yang sesat. Akibatnya, kehidupan rohani mereka jauh menyimpang dari ajaran Nabi Musa. Masyarakat mereka berpecah belah akibat dari runtuhnya akhlak yang murni yang sebelumnya telah di asuh dan dididik oleh Nabi Musa.
Dalam situasi seperti inilah mereka terusir dari kampung halaman mereka oleh serbuan tentera Palestin. Bani Israel kucar-kacir. Selama dua abad kehidupan mereka benar-benar menderita. Mereka dibunuh, disiksa, dihina dan dihalau dari bumi tempat tinggal mereka. Mereka tidak berupaya bangkit mempertahankan diri, maruah dan kehormatan mereka. Lebih malang, tidak ada diantara mereka yang sanggup tampil ke hadapan sebagai pemimpin untuk mempersatukan kembali bangsa yang sedang terkontang-kanting tanpa pimpinan itu.
Akhirnya Allah Yang Maha Penyayang mengutus Nabi Samuel untuk mengumpulkan lagi bangsa Israel. Keadaan Bani Israel ketika itu masih dalam kumpulan-kumpulan kecil dan tetap berselerak terpecah-pecah di mana-mana. Tapi, dari kumpulan-kumpulan kecil itulah muncul hasrat untuk bangkit menentang bahkan mengusir bangsa Palestina yang menjajah mereka. Mereka sedar mereka amat perlukan pemimpin untuk mengepalai usaha menyelamatkan bangsa mereka. Akan tetapi di sinilah kelemahan Bani Israel. Nabi Samuel tahu benar kelemahan kaumnya.
“Angkatlah untuk kami seorang Raja atau pemimpin supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah,” pinta mereka kepada Nabi Samuel seperti firman Tuhan dalam Al-Quran.
Nabi Samuel menjawab, “Jika kamu di wajibkan berperang, kemungkinan kamu tidak mahu berperang.”
Mereka menjawab, “Mengapa pula kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah di usir dari tanah kelahiran kami sehingga kami terpisah dari keluarga kami?”
Menghadapi keterbukaan kaumnya itu, Nabi Samuel tidak dapat segera menjawabnya. Ia meminta waktu, menunggu wahyu dan pertunjuk Allah. Setelah beberapa lama, Nabi Samuel mengatakan kepada Bani Israel, “Wahai Bani Israel! Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi Raja dan pemimpin kamu”
Pembesar-pembesar Bani Israel itu terus menempelak dengan kata mereka; “Bagaimana Thalut akan jadi pemimpin kami padahal kami lebih berhak dalam soal kepimpinan ini daripada dia. Bahkan dia juga seorang petani miskin yang tidak mempunyai apa-apa kekayaan yang banyak,” Mereka berusaha menolak Wahyu Tuhan.
“Sesungguhnya Allah telah memilih Thalut menjadi rajamu dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa, “Nabi Samuel mencoba menyakinkan kepada mereka wahyu Allah tersebut.
Tapi, Nabi Samuel juga belum tahu siapa dan di mana keberadaan Thalut. Ia hanya diperintahkan Allah untuk mencari dan menetapkannya sebagai pemimpin Israel.
Thalut sendiri adalah seorang anak desa yang melarat. Pergaulannya pun terbatas. Kemungkinan untuk menjadi seorang pemimpin kecil sekali. Kelebihannya adalah postur tubuh tinggi besar, pikirannya cerdas, hatinya bersih dan perangainya halus. Dia tinggal bersama ayahnya di sebuah desa terpencil sebagai petani dan peternak.
Pada suatu hari, Ia ditugasi ayahnya mencari seekor kaledai betina yang hilang dari kandangnya. Namun usahanya ini sia-sia waktu berlari-lari dan jarak berkilo-kilo meter tidak mempertemukannya dengan sang keledai, malah badannya dimakan kelelahan yang amat sangat. “ Saya harus pulang,” katanya dalam hati. Ia malah menghawatirkan keadaan bapaknya yang ditinggal beberapa hari.
“Sekarang kita berada di desa Shofa,” kata teman yang di ajaknya mencari binatang piaraannya itu. “ Di sini tiinggal seorang Nabi Allah bernama Samuel. Lebih baik kita menemuinya siapa tahu beliau dapat menunjukkan keledai kita.”
Harapan yang tadinya sudah redup, muncul kembali di hati Thalut.keduanya lalu berjalan mencari tempat tinggal Samuel. Ketika kondisi badan keduanya sudah sampai tinggkat kelelahan yang cukup berat, mereka memperoleh informasi dari beberapa anak perempuan yang sedang mengambil air di sebuah mata air. Anak-anak perempuan itu menyarankan agar mereka berdiri di puncak bukit tempat mereka berdiri. “Samuel biasanya muncul disini, “ kata mereka, “Tunggu saja disini”
Ketika percakapan itu tengah berlangsung, muncullah seorang laki-laki setengah tua dibalut pakaian sederhana. Thalut, yang sensitif, yakin bahwa ialah Nabi Samuael. Hal ini di benarkan anak-anak perempuan tadi. Kedua orang muda itu bertatapan. Mata mereka menyorot tajam seolah mencari tahu siapa laki-laki setengah tua itu. Mereka pun yakin, Dialah Nabi Allah yang sedang mereka cari. Di lain pihak, Nabi Samuel juga merasa bahawa orang yang berdiri di depannya itu adalah Thalut, yang di wahyukan Allah.
“Saya datang menemui Nabi Allah untuk meminta petunjuk dimana gerangan keledai bapak saya yang hilang di padang luas ini” kata Thalut memulai pembicaraan. “Dengan ilmu tuan yang tinggi, bantulah kami agar dapat menemukan keledai itu.”
“Keledai yang hilang itu sekarang berjalan pulang ke kandangnya,” jawab Nabi Samuel. “Kamu tidak perlu bersusah payah lagi mencarinya.”
Selanjutnya, Nabi Samuel mengatakan bahawa dia juga sedang mencari Thalut. “Allah telah memilihmu sebagai raja bagi Bani Israel, untuk memimpin mereka menghalau musuh yang sudah lama menjajah negari mereka. Allah telah menjanjikan pertolongan buat kamu sehingga kamu akan memperoleh kemenangan dalam pertempuran dengan penjajah.”
“Mana mungkin saya menjadi raja, saya adalah keturunan Bunyamin, orang yang paling hina dalam kalangan bangsa-bangsa yang termasuk 12 suku” sanggah Thalut.
“Hai Bani Israel,” kata Nabi Samuel yang bersama Thalut menemui mereka beberapa hari kemudian, “Allah telah mengutus Thalut untuk menjadi raja bagi kamu semua. Hendaknya kkamu sekelian taat kepada pemimpinmu ini dan bersiaplah memerangi musuh-musuh kamu di bawah komandonya.
“Kenapa mesti dia yang dijadikan raja. Dia bukan bangsawan yang layak menjadi raja. Disini ada yang lebih layak, iaitu anak Lawei. Dia keturunan Yahuza, yang selamanya memegang tampuk pimpinan kami. Dia keturunan raja dan Nabi, bahkan keturunan Rasul.”
“Untuk menjadi panglima perang dan ketua negara tidak perlu syarat bangsawan, hartawan, melainkan kebijaksanaan dan kemampuan,” jawab Samuel. “Allah telah memberi kelebihan kepada Thalut sehingga pantas memimpin dan memerintah kita sekalian.Allah menyerahkan pimpinan kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya.”
“Kami tidak dapat menerima begitu saja penjelasanmu itu. Tunjukan kepada kami tanda-tanda dan bukti itu,” bantah mereka lagi.
Nabi Samuel kembali menjelaskan, “Sesungguhnya tanda ia menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepadamu, didalamnya terdapat keterangan dari tuhanmu dan sia dari peninggalan Musa dan Harun. Berjalanlah kalian ke kota, disana kalian akan melihat Tabut yang sudah lama hilang, dibawa malaikat kembali kepadamu.”
Benar juga sesampainya di kota mereka melihat malaikat membawa Tabut sehingga mereka tenang dan tentram kembali.Mereka kemudian rela mengangkat Thalut sebagai raja.
Raja Thalut kemudian menyusun kekuatan untuk maju perang melawan bangsa Palestina yang di pimpin oleh Jalut. Namun, tentara israel kalang kabut, tidak mampu menahan serbuan tentara pimpinan Jalut. Masalahnya tentara israel terbelah menjadi dua oleh air sungai yang mereka sebrangi. Sebagian besar tentara itu minum air dan mereka itu telah digariskan Allah bukan orang-orang yang beriman. Sebaliknya, yang tidak minum air sungai tadi adalah orang-orang beriman tapi jumlah nya tidak banyak. Bersama mereka inilah Thalut maju perang dengan keyakinan mereka akan menemui Allah.
Begitu melihat wajah Jalut dan tentaranya, Thalut dan tentaranya berdoa,”Ya Tuhan kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kukuhkanlah pendirian kami terhadap orang kafir.”
Di lain pihak, bala bantuan tentara Israel berdatangan, termasuk dari keluarga-keluarga yang tinggal di desa-desa. Tentu saja Thalut senang mendengar berita itu. Namun ketika dilihatnya ada seorang anak lelaki berumur sembilan tahun, Thalut melarangnya ikut berperang.
“kamu masih anak-anak,” kata Thalut melarang Daud setelah membolehkan kedua abangnya maju perang.
“Memang betul badanku kecil, tapi kekuatanku besar. Belum lama ini aku berhasil mematahkan leher singa yang mencoba menerkam kambingku. Kekuatan dan keberanian tidak tergantung pada badan yang besar, melainkan pada kemahuan dan semangat yang teguh serta keimanan yang paling dalam.”sanggah" anak kecil tersebut yang bukan lain adalah Daud.
Thalut terpegun mendengar ucapan bijak dari seorang budak kecil yang masih berhingus Mesti dengan berat hati ia membolehkan Daud ikut perang. Dengan bersenjatakan tali berupa lastik dan batu, ia berhasil mendekati Jalut. Dengan caranya sendiri ia berhasil mengalahkan dan akhirnya membunuh Jalut. Tentera musuhpun kucar-kacir dan kalah. Sejak itu bangsa Israel kembali hidup tenang di tanah airnya bersama keluarga masing-masing sampai Thalut menutup usia.
Allah kemudian memberikan kepada Daud pemerintahan dan hikmah kenabian serta kitab Zabur. Allah juga mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rosaklah bumi ini.Tetapi Allah mempunyai karunia, yang di curahkan atas semesta alam.