Tinta sejarah menjadi saksi, bahwa tidak sedikit wanita mukminah yang terjun ke medan pertempuran, jihad fii sabilillah. Mereka menyelinap di antara lemparan-lemparan lembing, kilatan-kilatan pedang dan jatuhan anak-anak panah. Mereka menyampaikan makanan, minuman dan obat-obatan bagi prajurit mukmin yang berjuang mempertahankan Islam. Bahkan jika keadaan memintanya untuk menyandang pedang, mereka tidak gentar justeru makin berkobar semangatnya.
Diantara wanita-wanita pejuang itu adalah Nusaibah binti Ka’af Al-Anshariyah yang terkenal dengan Ummu ‘Umarah. Sesungguhnya Ummu ‘Umarah merupakan salah satu contoh keberanian dan ketegaran. Ia merupakan sosok kepahlawanan yang tidak pernah gagal dalam melaksanakan kewajiban bilamana seruan jihad memanggilnya. Ia adalah shahabiyah yang utama ….. Ia termasuk salah satu dari dua wanita yang bergabung dengan tujuh laki-laki Anshar yang berbai’at kepada Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam pada Bai’at Aqabah kedua.
Pada waktu itu ia bersama suaminya, Zaid bin Ashim dan dua orang putranya, Hubaid bin Zaid dan Abdullah bin Zaid. Dan wanita yang satu lagi adalah saudara perempuannya. Ibnu Sa’ad dalam Thalaqatnya menyatakan (yang terjemahannya): “Hunain, Perang Yamamah dan terpotong tangannya, dan mendengar beberapa hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” Sedangkan Imam Adz Dzahabi menyatakan (yang terjemahannya): “Ia (Ummu ‘Umarah) adalah wanita yang utama dan wanita dari kalangan anshar, Khazraj, Najjar, Mazin dan juga sebagai orang madinah. Saudaranya Abdullah bin Ka’ab termasuk orang yang ikut Perang Badar, dan saudaranya Abdurrahman termasuk orang yang suka menangis.
Ummu ‘Umarah menghadiri malam perjanjian Aqabah. Ia juga ikut dalam Perang Uhud, Perdamaian Hudaibiyah, Perang Hunain, Perang Yamamah dan aktif melakukan beberapa kegiatan.” Dalam perang Uhud, Ummu ‘Umarah Nusaibah berjuang bersama suaminya dan dua orang putranya. Ia keluar untuk memberi minum dengan membawa qirbah (tempat air). Namun ketika keadaan pasukan Muslimin berubah menjadi terdesak, ia ikut terjun langsung dalam pertempuran sehingga terluka dengan luka-luka sebanyak dua belas tempat luka (dalam riwayat lain tiga belas. wallaahu a’lam).
Tentang peristiwa ini Ummu ‘Umarah mengisahkan (yang terjemahannya): “Keadaan pasukan kaum Muslimin benar-benar berantakan. Banyak orang meninggalkan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, tinggal tersisa beberapa orang yang melindungi beliau, termasuk aku, suamiku, serta kedua anakku. Sementara di depanku, banyak orang sedang melarikan diri untuk berundur. Saat itu aku tidak bersenjata.
Dan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki yang mengundurkan diri sambil membawa perisai, beliau lalu bersabda : “Berikanlah perisaimu kepada orang yang sedang berperang!” Orang tersebut segera melemparkannya dan aku segera memungutnya lalu aku gunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pasukan yang menyerang saat itu adalah pasukan berkuda.
Kami yakin, apabila bukan pasukan berkuda pasti kami sudah bisa mengatasinya. Tiba-tiba datang seorang penunggang kuda menyerangku dengan pedang, serangan itu dapat aku tangkis. Ketika dia akan lari aku hentam kaki kudanya dan dia pun jatuh tertelungkup. Saat itu aku dengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berteriak : “Wahai putra Ummu ‘Umarah bantulah ibu kamu!” Lantas datanglah anakku dan bersama-sama kami habiskan orang itu.”
Ummu ‘Umarah terus bertempur tanpa henti, sambil sesekali membantu merawat mereka yang luka. Begitu sibuknya Ummu ‘Umarah, sampai-sampai ia tidak mengetahui kalau putranya Abdullah bin Zaid sudah terluka parah. Ia baru mengetahuinya setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berteriak (yang terjemahannya): “Hai Abdullah ! Kau ikat lukamu dulu baru kau teruskan bertempur lagi !” Ummu ‘Umarah terkejut mendengar teriakan itu dan segera sedar putranya dalam bahaya.
Segera ia mendekati dan mengubati luka putranya yang ternyata memang parah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengawasi keduanya dan setelah selesai, Ummu ‘Umarah berkata (yang terjemahannya): “Nah … sekarang bangkitlah dan perangilah kaum itu!” Melihat kejadian tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): “Siapakah yang sanggup melakukan sebagaimana yang kau lakukan ini ya … Ummu ‘Umarah ?”
Kemudian datanglah orang yang memukul putranya tadi lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): “Ya …. Ummu ‘Umarah ! Itu orang yang memukul anakmu datang!” Tanpa banyak berbicara Ummu ‘Umarah menghadang orang yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menghantam kakinya sehingga orang tersebut terduduk di tanah. Sambil tersenyum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang melihat hal itu bersabda (yang terjemahannya): “Engkau telah membalasnya ya Ummu ‘Umarah!”
Tak lama kemudian beberapa orang datang dan bersama-sama membunuh orang tersebut, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda lagi (yang terjemahannya): “Alhamdulillah ….. ! Allah memberikan kesempatan kepadamu untuk membalas musuhmu dan menyaksikan pembalasan itu sendiri.”
Imam Adz Dzahabi meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim, ia berkata (yang terjemahannya): “Saya mengikuti perang Uhud, maka ketika orang-orang meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, saya dan ibu mendekati beliau untuk melindungi. Lalu beliau bertanya : “Mana Ummu ‘Umarah ?” Ibu menjawab : “Ya … wahai Rasulullah” Beliau bersabda : “Lemparilah !” Lalu ibu melempari seorang laki-laki yang sedang naik kuda di depan beliau dengan batu dan mengenai mata kudanya.
Kemudian kudanya itu berguncang-guncang keras lantas jatuh bersama penunggangnya, lalu saya tindih orang itu dengan batu dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat sambil tersenyum. Kemudian ibu saya dapat dicederakan oleh musuh, lalu Baginda berseru : “Ibumu ! Ibumu ! Balutlah lukanya ! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabat saya di dalam syurga” Mendengar itu ibu berkata: “Aku tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku dari urusan dunia ini!”
Allahu Akbar ! Betapa tegarnya engkau wahai Ummu ‘Umarah. Tak lagi engkau menghiraukan lukamu setelah doa yang menggembirakan hatimu ! Begitulah Ummu ‘umarah melewati hari-harinya dengan terus berjuang di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.
Maka tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah wafat muncullah si pendusta Musailamah al Kadzdzab ia mengaku sebagai Nabi sehingga kaum Muslimin pun memeranginya. Taqdir Allah menentukan bahwa Hubaib putra Ummu ‘Umarah ditawan Musailamah, kemudian disiksa dengan berbagai siksaan.
Namun Allah ‘Azza wa Jalla memberikan keteguhan dan ketegaran hati kepada putra Ummu ‘Umarah ini, meskipun teramat berat siksaan dirasakannya. Akhirnya Allah mentaqdirkan Hubaib mati di tangan Musailamah dengan sangat mengerikan. Semoga Allah menempatkannya di jannah yang penuh dengan kenikmatan.
Al Waqidi menceritakan (yang terjemahannya): “Ketika sampai kepada Ummu ‘Umarah berita kematian anaknya di tangan Musailamah, maka ia berjanji kepada Allah dan memohon kepada-Nya agar ia juga mati di tangan Musailamah atau ia yang membunuh Musailamah. Maka Ummu ‘Umarah ikut perang Yamamah bersama Khalid bin Walid, lalu Musailamah terbunuh dan tangan Nusaibah terpotong dalam perang tersebut.”
Ummu ‘Umarah berkata (yang terjemahannya): “Tanganku terpotong pada hari perang Yamamah padahal aku sangat berkeinginan membunuh Musailamah. Tidak ada yang dapat melarangku hingga aku melihat orang jahat itu mati terkapar. Dan tiba-tiba aku lihat anakku Abdullah bin Zaid mengusap pedangnya dengan pakaiannya, lalu bertanya kepadanya: “Engkaukah yang membunuhnya ?” Ia menjawab : “Ya” Kemudian aku sujud syukur kepada Allah.”
Itulah sebahagian kisah Ummu ‘Umarah, Nusaibah binti Ka’ab Al Anshariyah. Dialah seorang pejuang wanita yang berjuang dalam hidupnya untuk kejayaan Islam hingga akhir hayatnya, semoga Alllah meridhainya dan menjadikannya ridha. Dan semoga Allah menyambut dengan Rahmat-Nya yang luas dan menempatkannya ke dalam Jannah yang penuh dengan ketenangan dan ketenteraman yang hakiki