Social Icons

Selasa, 17 Mei 2016

Teguran Allah!!

Suatu hari saya bersenggolan dengan seseorang yang tidak saya kenal. “Maaf, ya, Pak.” begitu reaksi spontan saya. Ia juga berkata: “Maaf juga pak,” Kami saling berbalas senyum.

Namun cerita jadi lain, begitu sampai di rumah. Pada hari itu juga, saat menelepon salah satu kolega terbaik, saya menggunakan tutur bahasa sangat lembut dan santun. Tentu saja untuk meraih simpatinya.

Tiba-tiba, anak lelaki saya berdiri diam-diam di belakang saya. Saat saya berbalik, hampir saja membuatnya jatuh. "Minggir!!! Main sana, ganggu saja!!!" teriak saya dengan marah. Ia pun pergi dengan hati hancur dan merajuk.

Saat saya berbaring di tempat tidur malam itu, dengan halus, Tuhan berbisik, "Akan kusuruh malaikat menyabut nyawamu dan mengambil hidupmu sekarang, namun sebelumnya, aku akan izinkan kau melihat lorong waktu sesudah kematianmu. Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan. Tetapi dengan anak yang engkau kasihi, engkau perlakukan sewenang-wenang, akan kuberi lihat setelah kematianmu hari ini, bagaimana keadaan atasanmu, kolegamu, sahabat dunia mayamu, serta keadaan keluargamu"

Lalu aku pun melihat, hari itu saat jenazahku masih diletakkan di ruang keluarga, hanya satu orang sahabat dunia mayaku yg datang, selebihnya hanya mendoakan lewat grup, bahkan jg ada yg tdk komentar apapun atas kepergianku, dan ada yg hanya menulis 3 huruf singkat, 'RIP'.

Teman-temanku sekantor, hampir semua datang, sekejap melihat jenazahku, lalu mereka asik foto-foto dan mengobrol, bahkan ada yang asik membicarakan aibku sambil tersenyum-senyum. Bos yang aku hormati, hanya datang sebentar, melihat jenazahku dalam hitungan menit langsung pulang. Dan kolegaku, tidak ada satupun dari mereka yang aku lihat.

Kulihat anak-anakku menangis di pangkuan istriku, yang kecil berusaha menggapai-gapai jenazahku meminta aku bangun, namun istriku menghalaunya.

Istriku pingsan berkali-kali, aku tidak pernah melihat dia sekacau itu. Lalu aku teringat betapa sering aku acuhkan panggilannya yang mengajakku mengobrol, aku selalu sibuk dengan HP-ku, dengan kolega dan teman-teman dunia mayaku.

Aku lihat anak-anakku. Sering kuhardik dan kubentak mereka saat aku sedang asik dengan ponselku, saat mereka ribut memintaku untuk menemai.

Oh Ya Allah.. Maafkan aku.

Lalu aku melihat tujuh hari sejak kematianku, teman-teman sudah melupakanku, sampai detik ini aku tidak mendengar aku mendapatkan doa mereka, perusahaan telah menggantiku dengan karyawan lain, teman-teman dunia maya masih sibuk dengan lelucon-lelucon di grup, tanpa ada yang membahasku ataupun bersedih terhadap ketiadaanku di grup mereka.

Namun, aku melihat istriku masih pucat dan menangis, airmatanya selalu menetes saat anak-anakku bertanya di mana Ayah? Aku melihat dia begitu lunglai dan pucat, kemana gairahmu istriku?

Oh Ya Allah Maafkan aku..

Hari ke 40 sejak aku tiada. Teman FB ku lenyap secara drastis, semua memutuskan pertemanan denganku, seolah tidak ingin lagi melihat kenanganku semasa hidup, bosku, teman-teman kerja, tidak ada satupun yang mengunjungiku ke kuburan ataupun sekedar mengirimkan doa.

Lalu kulihat keluargaku, istriku sudah bisa tersenyum, tapi tatapannya masih kosong, anak-anak masih ribut menanyakan kapan Ayahnya pulang, yang paling kecil yang paling kusayang, masih selalu menungguku di jendela, menantikan aku datang.

Lima belas tahun berlalu.

Kulihat istriku menyiapkan makanan untuk anak-anakku, sudah mulai keliatan guratan tua dan lelah di wajahnya. Dia tidak pernah lupa mengingatkan anak-anak bahwa ini hari jumat, jangan lupa ke makam Ayah, jangan lupa berdoa setiap sholat. 

Lalu aku membaca tulisan di secarik kertas milik putriku malam itu, dia menulis.. "Seandainya saja aku punya Ayah, pasti tidak akan ada laki-laki yang berani tidak sopan denganku, tidak akan aku lihat Ibu sakit-sakitan mencari nafkah seorang diri buat kami, 

Oh Ya Allah.. Kenapa Kau ambil Ayahku, aku butuh Ayahku Ya Allah..". Kertas itu basah, pasti karena airmatanya..

Ya Allah maafkanlah aku..

Sampai bertahun-tahun anak-anak dan istriku pun masih terus mendoakanku setelah sholat, agar aku selalu berbahagia di alam kubur dan akherat.

Lalu seketika,, aku terbangun.. Dan terjatuh dari dipan. Oh Ya Allah Alhamdulillah..

Ternyata aku cuma bermimpi. Pelan-pelan aku pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, masih aku lihat airmata di sudut matanya, kasihan sekali, terlalu kencang aku menghardik mereka.

“Anakku, Ayah sangat menyesal karena telah berlaku kasar padamu.“Si kecilku pun terbangun dan berkata, "Ayah, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.”

“Anakku, aku mencintaimu juga. Aku benar-benar mencintaimu, maafkan aku anakku” Dan kupeluk anakku. Kuciumi pipi dan keningnya.

Lalu kulihat istriku tertidur, istriku yang sapaannya sering kuacuhkan, ajakannya bicara sering kali aku sengaja berpura-pura tidak mendengarnya, bahkan pesan-pesan darinya sering aku anggap tak bermakna, maafkan aku istriku, maafkan aku. Air mataku tak bisaku bendung lagi.

Apakah kita menyadari bahwa jika kita mati besok pagi, perusahaan di mana kita bekerja akan dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Teman2 akan melupakan kita sebagai cerita yang sudah berakhir, beberapa masih menceritakan aib-aib yang tidak sengaja kita lakukan. 

Teman-teman dunia maya pun tak pernah membahas lagi seolah, aku tidak pernah mengisi hari2 mereka sebagai badut di grup.

Lalu aku rebahkan diri di samping istriku, ponselku masih terus bergetar, berpuluh puluh notifikasi masuk menyapaku, menggelitik untuk aku buka, tapi tidak.. tidak....

Aku matikan ponselku dan aku pejamkan mata, maaf.. Bukan kalian yang akan membawaku ke surga, bukan kalian yang akan menolongku dari api neraka, tapi ini dia.. Keluargaku.. 
keluarga yang jika kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.

*Kisah ini membantu kita, para orang tua, untuk mengutamakan anak dan keluarga. 

0 ulasan:

Catat Ulasan

 

Sample text

Sample Text

Sample Text