Di sebuah rumah yang sederhana tinggal sepasang suami isteri yang sudah memasuki usia senja. Pasangan ini dikurniai dua orang anak yang telah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri yang mapan. Sang suami merupakan seorang pencen sedangkan isterinya seorang ibu rumah tangga.
Suami isteri ini lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah mereka menolak ketika putra-putri mereka menawarkan untuk ikut pindah bersama mereka.... Jadilah mereka, sepasang suami isteri yang hampir renta itu menghabiskan waktu mereka yang tersisa dirumah yang telah menjadi saksi berjuta peristiwa dalam keluarga itu.
Suatu malam selepas Isya disebuah masjid tak jauh dari rumah mereka, sang isteri tidak menemukan sandal yang tadi dikenakannya ke masjid tadi. Saat sibuk mencari, suaminya datang menghampiri “Kenapa Bu?”
Isterinya menoleh sambil menjawab “Sandal Ibu tidak ketemu Pa”. “Ya udah pakai ini saja” kata suaminya sambil menyodorkan sandal yang dipakainya. Walau agak ragu sang isteri tetap memakai sandal itu dengan berat hati. Menuruti perkataan suaminya adalah kebiasaannya. Jarang sekali ia membantah apa yang dikatakan oleh sang suami.
Mengerti kegundahan istrinya, sang suami mengeratkan genggaman pada tangan isterinya. “Bagaimanapun usahaku untuk berterima kasih pada kaki isteriku yang telah menopang hidupku selama puluhan tahun itu, takkan pernah setimpal terhadap apa yang telah dilakukannya. Kaki yang selalu berlari kecil membukakan pintu untuk-ku saat aku pulang, kaki yang telah mengantar anak-anakku ke sekolah tanpa kenal lelah, serta kaki yang menyusuri berbagai tempat mencari berbagai keperluanku dan anak-anakku”.
Sang isteri memandang suaminya sambil tersenyum dengan tulus dan merekapun mengarahkan langkah menuju rumah tempat bahagia bersama….
Kerana usia yang telah lanjut dan penyakit diabetes yang dideritanya, sang isteri mulai mangalami gangguan penglihatan. Saat ia kesulitan merapikan kukunya, sang suami dengan lembut mengambil pengepit kuku dari tangan isterinya. Jari-jari yang mulai keriput itu dalam genggamannya mulai dirapikan dan setelah selesai sang suami mencium jari-jari itu dengan lembut dan bergumam “Terimakasih ya, Bu ”. “Tidak, Ibu yang terimakasih sama Bapak, telah membantu memotong kuku Ibu” tukas sang isteri tersipu malu.
“Terimakasih untuk semua pekerjaan luar biasa yang belum tentu sanggup aku lakukan. Aku takjub betapa luar biasanya Ibu. Aku tau semua takkan terbalas sampai kapanpun” kata suaminya tulus. Dua titik bening menggantung disudut mata sang istri “kenapa bapa bicara begitu? Ibu senang atas semuanya Pak, apa yang telah kita lalui bersama adalah luar biasa. Ibu selalu bersyukur atas semua yang dilimpahkan pada keluarga kita, baik ataupun buruk. Semuanya dapat kita hadapi bersama.”
Hari Jum’at yang cerah setelah beberapa hari hujan. Siang itu sang suami bersiap hendak
menunaikan ibadah Shalat Jum’at, Setelah berpamitan pada sang isteri, ia menoleh sekali lagi pada sang isteri menatap tepat pada matanya sebelum akhirnya melangkah pergi. Tak ada tanda yang tak biasa di mata dan perasaan sang isteri hingga saat beberapa orang mengetuk pintu membawa kabar yang tak pernah diduganya.
Ternyata siang itu sang suami tercinta telah menyelesaikan perjalanannya di dunia. Ia telah pulang menghadap sang penciptanya ketika sedang menjalankan ibadah Shalat Jum’at, tepatnya saat duduk membaca Tahyat terakhir. Masih dalam posisi duduk sempurna dengan telunjuk kearah Kiblat, ia menghadap Yang Maha Kuasa. “Subhanallah sungguh akhir perjalanan yang indah” gumam para jama’ah setelah menyadari kalau dia telah tiada.
Sang isteri terbayang tatapan terakhir suaminya saat mau berangkat ke masjid. Terselip tanya dalam hatinya, mungkinkah itu sebagai tanda perpisahan pengganti ucapan selamat tinggal. Ataukah suaminya khawatir meninggalkannya sendiri di dunia ini. Ada gundah menggelayut dihati sang isteri.
Walau masih ada anak-anak yang akan mengurusnya, Tapi kehilangan suami yang telah didampinginya selama puluhan tahun cukup membuatnya terguncang. Namun ia tidak mengurangi sedikitpun keikhlasan dihatinya yang mungkin akan 'melambatkan' perjalanan sang suami menghadap Sang Khalik. Dalam do’a dia selalu memohon kekuatan agar dapat bertahan dan juga memohon agar suaminya ditempatkan pada tempat yang layak.
Tak lama setelah kepergian suaminya, sang isteri bermimpi bertemu dengan suaminya. Dengan wajah yang cerah sang suami menghampiri isterinya dan menyisir rambut sang isteri dengan lembut. “Apa yang Bapak lakukan?’ tanya isterinya senang bercampur bingung. “Ibu harus kelihatan cantik, kita akan melakukan perjalanan panjang. Bapak tidak bisa tanpa Ibu, bahkan setelah kehidupan di dunia berakhir, Bapak masih sangat memerlukan Ibu. Ketika bapak disuruh memilih pendamping, Bapak bingung, kemudian bapak memberitahu bahawa pendampingnya tertinggal, Bapakpun mohon izin untuk menjemput Ibu.”
Isterinya menangis sebelum akhirnya berkata “Ibu ikhlas Bapak pergi, tapi Ibu juga tidak bisa bohong kalau Ibu takut sekali tinggal sendiri.. Kalau ada kesempatan mendampingi Bapa sekali lagi dan untuk selamanya tentu saja tidak akan Ibu sia-siakan." Sang isteri mengakhiri tangisannya dan menggantinya dengan senyuman. Senyuman indah dalam tidur panjang selamanya….
Subhanallah...
0 ulasan:
Catat Ulasan