Abu Hurairah meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Suatu ketika Malaikat Maut mendatangi orang yang sedang sekarat. Setelah melihat ke dalam hatinya dan tidak menemukan apa pun di situ, Malaikat lalu membuka janggut orang itu dan mendapati ujung lidahnya melekat pada langit-langit mulutnya selagi di mengucapkan, ‘Laa ilaha illa Allah’. Dosa-dosanya diampuni karena kalimat ikhlas yang telah diucapkannya.” (HR At-Tirmidzi)
Imam Al-Ghazali menjelaskan, seharusnya orang yang memberikan bantuan untuk menuntun kalimat syahadat orang yang sedang mendekati sakartul-maut tidak memaksa-maksa. Dia harus menggunakan cara yang lemah lembut, karena boleh jadi lidah orang sekarat itu tak mampu mengucapkan kalimat syahadat.
Sebaliknya, rasa tertekan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan lidahnya itu membuat dia merasakan dorongan tersebut sebagai beban berat dan menimbulkan rasa benci terhadap kalimat syahadat. Dikhawatirkan itu dapat mengakibatkan su’ul khatimah.
Sesungguhnya, maksud kalimat ini untuk memastikan bahwa seseorang yang akan meninggal dunia telah berhasil mengosongkan hatinya dari segala sesuatu selain Allah.
Dengan demikian, jika tidak ada lagi yang dituju kecuali Allah Yang Mahaesa, Al-Haqq, maka melalui kematian, kedatanganya menghadap Sang Kekasih akan merupakan kebahagiaan tertinggi.
Tetapi, jika hatinya masih dilihat perasaan cinta kepada dunia, condong kepadanya dan menyesali hilangnya nikmat duniawi, maka meskipun kalimat tauhid itu berada di lidahnya, sedang hatinya tidak memperkuat ucapan itu. Tentu, nasib seseorang tergantung kepada Allah yang berisi segala kemungkinan. Ini terjadi karena gerak lidah saja tidak banyak membawa faedah, kecuali jika Allah SWT melalui rahmat-Nya berkenan menerimanya.
Dan, berbaik sangka kepada Allah sangat dianjurkan pada saat sakaratul maut.
—Imam Al-Ghazali dalam kitab Dzikr al-Maut, Ihya Ulumuddin
0 ulasan:
Catat Ulasan