Menulislah!
“Wahâdzâ min ‘ajîbi mâ ra’aituhu.” As-Sam’ani.
Menulis adalah tradisi peradaban Islam, dari dulu hingga kini. Menurut Ibnul Jauzi, menulis – buku dan sebagainya - ibarat anak yang bisa mengalirkan pahala sekalipun penulisnya sudah meninggal dunia, bertahun-tahun lamanya. Tiap zarrah kebaikan yang ia tuliskan akan menambah pundi-pundi kebajikan dalam catatan amalnya. Kebaikan ini didapatkan kerana menunjukkan orang kepada hidayah dan kebenaran. Pahala yang didapat semakin banyak sesuai kadar banyaknya orang yang terinspirasi dan mengamalkan ilmunya. Maka, kebaikan itu berbuah kebaikan yang berlipat-lipat. Inilah motivasi menulis yang utama, setelah mencari redha Allah Ta’ala.
Di antara salah satu satu kisah sejarah yang menakjubkan tentang menulis ini adalah kisah Abu Abdillah Al-Husain bin Ahmad bin Ali bin Al-Hasan bin Fathimah atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Baihaqi. Kisah ini disebutkan oleh As-Sam’ani dalam At-Tahbîr fil Mu’jamil Kabîr (1/23-24):
As-Sam’ani menyebutkan bahawa Al-Baihaqi adalah seorang qadhi, syaikh yang mulia, berkedudukan tinggi, berkeperibadian terpuji, berakhlak luhur, memiliki banyak hafalan, mesra dengan siapapun, serta memuliakan dan berbuat baik kepada orang-orang asing. Rumahnya menjadi perkumpulan orang-orang terkemuka dan para ulama. Beliau belajar kepada datukku, Imam Abul Muzhaffar As-Sam’ani Rahimahullah.
Inilah kisah menakjubkan yang disebutkan oleh As-Sam’ani tentang Al-Baihaqi, “Suatu ketika, tatkala Al-Baihaqi hendak pergi ke Kirman, datukku memintanya agar beliau menulis sebuah kitab untuknya yang ditujukan kepada saudara datukku, Abul Qasim Ali bin Muhammad bin Abdul Jabbar As-Sam’ani. Maka beliau pun memenuhi permintaan datukku, dan menulis sebuah kitab. Waktu itu aku menyaksikannya. Beliau pun mendapatkan banyak harta, dan keluasan yang mencukupi – dari hasil tulisannya itu.
As-Sam’ani melanjutkan, “Suatu ketika, tangannya tertimpa penyakit, sehingga jari-jemarinya yang sepuluh dipotong semua. Tidak ada yang tersisa kecuali dua pergelangan saja. Namun sekalipun demikian, beliau biasa mengambil pena dengan kedua pergelangan tangannya, dan meletakkan kertas di atas tanah seraya memeganginya dengan kakinya. Beliau pun menulis dengan kedua pergelangan tangannya. Tulisannya bagus, bisa dibaca dan jelas. Dalam sehari, beliau bisa menulis lima lembar kertas.”
Setelah menyebutkan kisah ini, As-Sam’ani pun berujar, “Wahâdzâ min ‘ajîbi mâ ra’aituhu…., ini adalah kejadian menakjubkan yang pernah aku lihat.” Kisah ini selesai sampai di sini.
Adakah kisah ini menginspirasi kita?
0 ulasan:
Catat Ulasan