Social Icons

Khamis, 11 Februari 2016

Permudahkanlah Urusan Nikah Kahwin Anak-Anak Kita

Permudahkanlah urusan nikah kahwin anak-anak kita. Ramai yang sudah ditahap wajib berkahwin tetapi terhalang kerana perlu menabung bertahun-tahun bagi mencukupkan wang hantaran. Kasihan bagi remaja yang warak dan beriman. Nafsu tetap menggoda. Tak mampu mereka untuk terus menerus berpuasa!!

Justeru kalau ada inisiatif yang membolehkan mereka dapat berkahwin dengan cepat, alangkah besarnya ganjaran di sisi Allah bagi mereka yang membantu urusan suci ini!! Hanya orang pilihan Allah sahaja yang mahu bersungguh membantu mereka. 

Selesaikanlah urusan nikah kahwin dengan memperhatikan hal-hal berikut yang sebenarnya sangat mudah dan 'simple'. Hanya berkenduri-kendara sahaja yang menyusahkan sehingga terhalang atau terlambatnya urusan nikah yang mudah ini!!

Jika kita abaikan kenduri kendara yang besar dengan belanja yang banyak, mungkin lagi cepat mereka dapat dikahwinkan. Bahkan ibubapa yang faham, akan saling bertolak ansur dan berlebih kurang. Tidak perlu menuntut yang tidak mampu. Sekadarnya sehaja sudah mencukupi. Ukur baju di bada sendiri. 

Bayangkan apa jadi kalau mereka tak diuruskan kahwin, tiba-tiba dapat khabar sigadis sudah berbadan dua!!!

Jadi kahwinkan mereka dengan pendekatan seperti berikut: 

A)  Buat majlis aqad nikah:

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang mesti dipenuhi, iaitu perlu adanya:

1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi-saksi (minima - dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul


• Wali

Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu datuknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah dan seterusnya.

Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘asabah (dari pihak bapa), sedangkan bapa saudara dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [2]

Kenapa disyaratkan adanya wali bagi wanita?
Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan terhadap mereka. Islam memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah SAW bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ.

“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sultan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [3]

Nabi SAW  bersabda:

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]

Juga sabda Baginda SAW:

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]

Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Ertinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.

Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang iahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]

Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), iaitu satu riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,

زَوَّجْتُ أُخْتًا لِيْ مِنْ رَجُلٍ فَطَلَّقَهَا حَتَّى إِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُهَا جَاءَ يَخْطُبُهَا، فَقُلْتُ لَهُ: زَوَّجْتُكَ وَفَرَشْتُكَ وَأَكْرَمْتُكَ فَطَلَّقْتَهَا ثُمَّ جِئْتَ تَخْطُبُهَا؟ لاَ، وَاللهِ لاَ تَعُوْدُ إِلَيْكَ أَبَدًا! وَكَانَ رَجُلاً لاَ بَأْسَ بِهِ وَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تُرِيْدُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ. فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ اْلآيَةِ ( فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ ) فَقُلْتُ: اْلآنَ أَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَزَوَّجَهَا إِيَّاهُ

“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, ‘Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini: ‘Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang aku akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[6]

Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang sahih lagi mulia. Hadits ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Ertinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. 

Dalam hadits ini, Ma’qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama redha. 

Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, boleh saja keduanya bernikah, baik dihalangi atau pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih pendapat tentang disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka berpendapat bahawa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang perwalian. 

Jika tidak, nescaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah perwaliannya) tidak ada ertinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan dirinya, nescaya ia tidak memerlukan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir menyebutkan bahawa tidak ada seorang Sahabat pun yang berselisih pendapat dalam hal itu.” [7]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Kerana Nabi SAW bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[8]

• Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan

Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga izinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahawa Nabi SAW bersabda:

لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta izinnya.” Para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah izinnya?” Baginda menjawab, “Jika ia diam saja.” [11]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahawasanya ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah SAW dan mengadu bahawa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak redha. Maka Rasulullah SAW menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya). [12]

• Mahar

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4]

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.

Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang mesti dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keredhaannya.

Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar, bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses pernikahan.

Imam Ahmad meriwayatkan bahawa Nabi SAW pernah bersabda:

إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيْرُ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمِهَا

“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” [13] ‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ
‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [14]

Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. [15]

• Khutbah Nikah

Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu, yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. [16] Adapun teks Khutbah Nikah adalah sebagai berikut:

إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahawa tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah semata-mata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” [Ali ‘Imran : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa' : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, nescaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab : 70-71]

Amma ba’du: [17]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]

0 ulasan:

Catat Ulasan

 

Sample text

Sample Text

Sample Text