Social Icons

Khamis, 9 Oktober 2014

Keperibadian Saiyidina Umar Bin Khattab



Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. 2:137)

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang.(Al Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (Q.S. 4:174-175)

Dari Jubair bin Nuth’im r.a. berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda : “Hendaklah kamu sekalian bergembira, karena sesungguhnya Al-Qur’an ini ujungnya (ada) di tangan Allah dan ujungnya yang lain di tangan kamu sekalian; maka dari itu hendaklah kamu berpegang teguh kepadanya, maka sungguh kamu tidak akan binasa dan tidak pula akan sesat selama-lamanya.” (Riwayat at-Thabrani)

Umar bin Khatthab adalah salah seorang sahabat terdekat Rasulullah saw. dan termasuk khulafaurasyidin. Ia merupakan pribadi yang dibekali tabiat yang peka dan kuat. Bila ia mengambil pendirian maka akan ia pegang hingga mencapai akhir. Semenjak belum mengenal Islam-pun, sifat dan tabiatnya sudah seperti itu. Dalam sebuah riwayat yang menceritakan bagaimana akhirnya Umar dapat tunduk terhadap ayat suci Al-Qur’an:

Pada suatu hari, Umar keluar dengan pedang terhunus dan melangkahkan kakinya ke rumah Arqam, tempat Rasulullah saw. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdillah. Nu’aim bertanya kepada Umar “Hendak ke mana hai Umar?”

“Mencari si murtad itu” jawab Umar, “yang telah memecah belah kesatuan negeri Quraisy serta mempersetankan cendekiawannya, menghina agamanya dan mencaci maki tuhan-tuhannya. Akan saya tamatkan riwayatnya!”

Umar merasa saat itu dirinyalah yang paling benar, bahkan sangat bencinya kepada Muhammad dan mengatakan bahawa Muhammad dan pengikutnya telah murtad dari agama kaumnya. Hingga kesabaran Umar habis dan dikejarnya Muhammad. Kemudian apa yang terjadi setelah itu? Ketika diketahuinya dari Nu’aim bahawa adiknya pun telah menjadi pengikut Muhammad, maka langkah kakinya kini diarahkan ke rumah adiknya itu. Dengan amarah yang menyala-nyala Umar pun sampai di sana. Akan tetapi ayat-ayat Allah mampu menundukkan Umar bin Khatthab. Ia pun akhirnya menjadi pembela Islam yang paling unggul.

Inilah gambaran bahawa petunjuk Allah datang dalam kondisi yang beragam. Ia dapat turun ke dalam berbagai macam komunitas dan kalangan. Bahkan terhadap orang yang teramat memusuhi petunjuk itu sekalipun. Kisah Umar di atas merupakan gambaran bahwa seorang manusia pun tidak lantas dengan mudah menilai manusia lainnya sebelum jelas bukti kebenarannya. Umar melakukan yang demikian itu pun karena Rasulullah saw. pun pernah mengatakan “Apakah kamu bisa membelah isi hati manusia?”.

Bagi seorang Umar bin Khatthab, rupa lahir yang tampak sekilas pandang tidaklah cukup untuk mengadakan penilaian terhadap orang lain. Pernah didengarnya seseorang menyanjung orang lain dengan ucapan:

“Ia seorang yang lurus”.

Maka ditanya oleh Umar:

“Pernahkah suatu hari kamu mengadakan perjalanan bersamanya?”

“Tidak”, jawabnya

“Ataukah pernah kamu suatu kali bermusuhan dengannya?”

“Tidak”

“Kalau begitu tidak ada pengetahuanmu mengenai orang itu; mungkin kamu melihatnya sedang shalat di masjid!”

Beginilah Umar mencontohkan bagaimana kita sebaiknya membuat pandangan dan penilaian terhadap orang lain yang belum kita kenal sepenuhnya. Apalagi kondisi zaman sekarang yang serba tidak menentu. Dalam sebuah hadits dikatakan:

Dari Abdullah bin Amr r.a. berkata: saya pernah Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut pengetahuan agama sesudah Ia memberikan kepada mereka dengan sekali cabut, tetapi Dia mencabutnya dari mereka itu beserta kematian orang-orang yang berpengetahuan agama dengan pengetahuan mereka, lalu tinggallah orang-orang yang bodoh, mereka meminta fatwa, lalu mereka memberikan fatwa dengan pikiran mereka, maka mereka sama sesat dan menyesatkan.” (Riwayat Bukhari)

Di riwayat yang lain: “Sehingga tidak ada lagi orang yang mengerti tentang urusan agama, segenap manusia mengangkat ketua orang-orang yang bodoh, lalu mereka ditanya, lantas memberi fatwa dengan tidak ada pengetahuan, maka sesatlah mereka dan menyesatkan.”

Berabad jaraknya antara hari ini dan zaman Rasulullah saw. Bahkan Rasulullah saw. mengatakan akan datang suatu zaman kekacauan yang digambarkan dalam hadits di atas. Lantas bagaimana caranya agar kita tetap bertahan dalam nilai kebenaran dan nilai petunjuk?

Petunjuk Nabi saw. adalah sebaik-baik petunjuk, seperti dikatakan oleh Umar ibnul Khaththab r.a., “Keduanya (Al-Qur’an dan sunnah) adalah kalam dan petunjuk, sebaik-baik kalam adalah kalam Allah SWT dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw..“

Umar mengutip redaksi ini dari sabda Rasulullah saw. yang diucapkan oleh beliau dalam khotbahnya, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik pembicaraan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perbuatan bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Inilah yang dapat dilakukan oleh kita selaku umat Islam, yaitu dengan tetap berpegang teguh kepada apa yang telah disabdakan Nabi saw. seperti yang tertera dalam keterangan di atas. Ditambah lagi, kondisi umat Islam yang hari ini semakin kritis, maka sangatlah diperlukan hadirnya sebuah “petunjuk” yang betul-betul dapat menyelamatkan nasib umat Islam dunia.

Hadirnya petunjuk Allah dapat mengubah seorang Umar hingga ia jadi pembela Islam yang tangguh. Mudah-mudahan pula citra petunjuk itu dapat kita gali dan maknai, agar umat Islam mendapatkan kembali tempat kejayaannya di mata dunia. Manusia akan mencapai puncak peradabannya, menjadi umat yang satu manakala mereka kembali kepada petunjuk Allah yang hakiki, Al-Qur’an. Itulah jalan yang lurus yang dikehendaki oleh Allah.

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. 2:213)

0 ulasan:

Catat Ulasan

 

Sample text

Sample Text

Sample Text